Semesta Ayat : Sakinah Di Palestina

Raz Aka Yagit
Chapter #42

EPILOG : Menemukan Tabut Tuhan

MALAM ini aku terbangun kembali di kamar hotelku yang hangat dan nyaman, jauh lebih nyaman ketimbang kamar rumah sakit yang kutempati kemarin.

Baru saja Risme datang mengunjungiku. Selama beberapa hari ini sejak aku dibolehkan keluar dari rumah sakit, Risme memang sering mengunjungiku untuk membicarakan pengurusan kepulanganku kembali ke Indonesia sekaligus ingin mendengar pengalaman-pengalamanku selama berada di ruangan bawah tanah dari kota lama, pengalaman hidup dan mati serta kisah-kisah di luar nalar logika. Hari ini adalah hari terakhir kami bertemu dan besok, Risme berjanji akan mengantarkanku ke bandara Ben Gurion. Risme menjalankan amanah almarhum ayahnya Profesor Abdul Rashied dengan baik sampai akhir, yakni menjagaku dan bertanggung jawab penuh sampai kepulanganku kembali ke Indonesia.

Risme telah menjadi pribadi yang baru ... inilah kesan yang kutangkap dari Risme sekarang. Hal itu bukan hanya karena kehilangan sosok sang ayah yang sangat ia cintai melainkan sebuah refleksi dari totalitas hijrah seorang wanita yang menemukan kembali keimanannya. Aku dapat melihatnya dengan jelas bahwa Risme benar-benar mengimani imannya sekarang ini dari lubuk hati dan pikirannya yang terdalam. Logika dirinya telah mempercayai apa yang sekarang ia yakini. Inilah inti dari sebuah keimanan dan keyakinan, dimana seseorang mampu merefleksikan imannya itu dalam tampilan, perbuatan dan tindakan. Aku senang melihat versi baru Risme yang sekarang. Tidak ada yang berubah dari dirinya, dia tetaplah seorang gadis cerdas yang mengedepankan logika. Hanya saja, logikanya sekarang menuntunnya menjadi pengikut setia sang baginda, Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Menjadi hamba Allah, Tuhan seluruh semesta. Profesor pasti ikut berbahagia untuknya disana. Risme memiliki masa depan yang cerah di depannya dan aku pun bersyukur Risme telah kembali ke fitrahnya yang semula, terlahir sebagai seorang muslimah dan insha Allah akan kembali pun dalam keadaan yang sama. Risme pernah mengatakan padaku bahwa dia sangat merindukan ayahnya dan berharap kelak akan dipersatukan kembali disana. Aamiin Allah huma Aamiin!

Aku juga merindukan Profesor. Memang tidak banyak waktu yang kuhabiskan bersama beliau, tapi berkat beliau, aku juga mendapat sesuatu yang amat berharga disini. Bukan hanya Risme yang mendapatkan kembali iman dan keselamatannya, akan tetapi keimanananku pun rasanya benar-benar telah diperbaharui. Ini berkat kesempatan yang Profesor percayakan padaku. Aku selalu mendoakan beliau dalam sholat-sholatku. Al fatihah selalu kupanjatkan untuk beliau.

Aku juga mengingat pesan-pesan dalam surat terakhir yang beliau tuliskan, ada yang benar-benar mengganggu dan mengusik pikiranku. Kata-kata itu selalu terngiang dan teringat olehku. Kepercayaan terakhir yang beliau percayakan kepadaku, bahwa beliau yakin aku pasti akan benar-benar menemukan Tabut Perjanjian itu, sesuai mimpi beliau. Katanya sebagai seorang Theos Intelegensia, Profesor yakin aku akan benar-benar bisa menemukannya.

Antara kata-kata terakhir Profesor yang mempercayai kemampuanku serta tulisan dalam manuskrip Sayyidina Umar (ZP—003) yang aku temukan waktu itu, aku seperti terdorong oleh keduanya. Kata-katanya di manuskripnya jelas, "Tabut Tuhan itu ada dalam kitab yang termulia. Disanalah lokasi kau bisa menemukan kekuatan sejati Tuhan dalam dunia."

Seketika aku bergegas membuka kembali manuskrip papirus yang Sayyidina Umar tuliskan, yang telah kusimpan rapi secara rahasia.

Sembari membaca manuskrip itu, aku kembali mengingat salah satu ceramah dari kajian yang pernah disampaikan oleh guruku, KH. Abdulhaq.

"Dalam Surah At taubah ayat 40—ketika sahabat mulia Abu bakar ketakutan setengah mati, karena melihat para algojo pengejar mereka itu telah berada di bibir gua, Rasulullah menenangkan sahabatnya itu. La Tahzan—Innallaha ma'ana ... jangan takut, sesungguhnya Allah beserta kita. Maka seketika itu pula Sakinah di turunkan ke atas mereka dan bala tentara malaikat yang tak terlihat (Junuud) hadir. Begitu pula kita sekarang, ketika menjadi seorang pribadi sakinah, maka Allah hadir! Allah bertajjali dan bersemayam dalam dirinya (secara metafora) sehingga lahirlah ungkapan 'sesungguhnya Allah bersama kita'. Pribadi Sakinah adalah pribadi yang mampu menghadirkan kemuliaan-Nya dalam dirinya." Ucap KH. Abdulhaq dalam salah satu kesempatan kajian saat itu.

Saat teringat ucapan guruku itu, langsung saja ku menghamburkan diri, bergegas mencari dan membuka kitab suci lalu membuka beberapa surah di dalamnya. Mataku terbelalak, aku telah benar-benar menemukan Tabut Perjanjian itu!

"Ya Allah ... kenapa aku baru menyadarinya? Selama ini, Tabut itu tidak kemana-mana. Kenapa aku baru menyadari kebenarannya?"

Aku tahu dimana Tabut itu berada. Aku akhirnya mengungkap pesan rahasia ribuan tahun yang tidak pernah terusik oleh para pengkaji Qur'an. Bahwa kitab termulia ini, sebagaimana yang dituliskan oleh Sayyidina Umar bin Khattab dalam manuskripnya, sebenarnya telah mengungkapkan dan menyatakan keberadaan dari Tabut Perjanjian yang sesungguhnya. Tabut yang amat kuat, tempat hadirnya kekuatan, penjagaan dan penyertaan dari sang pemilik dunia. Tempat tajjali dan bersemayamnya Allah sebagaimana yang dipercaya oleh kaum Bani Israil terhadap Tabut itu.

Rahasia itu terkandung dalam kitab termulia dan sejak dulu, sudah ada disana. Terang dan jelas termaktub di dalamnya. Secepat itu aku menyadari rahasia yang jelas-jelas tertulis disana.

Aku melihat ke arah jam, waktu menunjukan pukul setengah delapan malam. Ini belum terlalu larut malam, untuk terakhir kalinya sebelum aku besok berangkat pulang ke Indonesia, aku ingin kembali mengunjungi kompleks Masjidil Aqsha, aku ingin berkontemplasi disana. Aku ingin kilas balik kembali apa yang aku alami selama berada di negeri ini, jauh terkurung di dasar jurang di bawah kaki kemegahan Al-Aqsha. Di tempat yang Allah telah berkahi sekelilingnya. Kota suci umat Islam yang ketiga. 

Aku keluar hotel, memesan taksi dan bergegas berangkat ke kompleks kota lama. Semua koper, bawaanku dan segala keperluanku untuk pulang besok telah kusiapkan jauh-jauh hari. Malam ini aku ingin benar-benar menikmati suasana kota ini untuk yang terakhir kali. Sebulan lebih aku disini dikarenakan berbagai macam hal dan musibah yang aku alami. Syukurlah ketika aku telah sampai di lokasi, akses masuk tidak diblokir dan telah dibuka. Aku berjalan menuju alun-alun kubah emas atau Dome of Rock. Ini pertama kalinya aku ke tempat ini pada malam hari. Suasananya benar-benar menakjubkan. Kemegahan bangunan kubah emas yang merepresentasikan keberkahan dan kemuliaan kompleks Al-Aqsha, kontras dengan pemandangan langit malam yang beratapkan taburan bintang-bintang penghias angkasa.

Di halaman Dome of Rock ini hanya ada sedikit pengunjung pada malam hari, hanya pengunjung dari warga lokal dan beberapa personil tentara zionist yang berjaga berpatroli di beberapa sudutnya. Dalam keheningan malam di tempat ini, pikiranku berkontemplasi dan mulutku mengucap syukur tiada henti atas segala yang aku alami.

Allah begitu baik padaku, walau terkesan aku menderita selama disini, di ombang ambing oleh banyak kesakitan dan ketidak-pastian, tapi Allah selalu ada bersamaku. Allah menguatkanku, Allah selalu hadir untukku dan Allah menolongku. Tanpa terasa aku menitikan airmata yang sembap-sembap membasahi kedua pipi. Aku akhirnya menyadari arti kata "La Tahzan, innalla ma'ana" yang Rasulullah ucapkan pada sahabat Abu Bakar ketika Abu Bakar ketakutan di dalam gua Tsur karena musuh berada sangat dekat dengan mereka. Inilah gambaran pribadi sakinah yang menyimpan Sakinah Tuhan. Tabut yang ada di masa Bani Israil hanyalah sebuah Tabut kebendaan, hanya sebuah replika sebagai wujud alegori dari hamba yang sempurna. Ibrah atau miniatur dari pribadi Tabut yang sebenarnya, telah tertulis dalam Al-Qur'an sejak dahulu kala.

Inilah alasannya kenapa Sayyidina Umar akhirnya menuliskan dalam manuskripnya. "Tidak penting dimana Tabut itu kami sembunyikan. Karena aku telah menyadari, arti hakiki dari Tabut Tuhan yang sebenarnya."

Aku akhirnya dapat mengungkap kesejatian dari Tabut yang agung itu. Tempat bersemayamnya Shekinah Tuhan. Rahasia Tabut yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur'an.

Inilah dia! Sebuah Ilham yang ditransmisikan. Momentum ketika rahasia didekatkan dan sebuah kebenaran dibisikkan.

Lihat selengkapnya