SEMESTA MASIH MERESTUI

Nurhidayati
Chapter #5

Bab 4_Khawatir biasa atau luarbiasa khawatir?

Tepat dua hari yang lalu aku menerima notifikasi baru dari instagram yang menandakan ada follower baru namun aku cukup tercengang melihat ternyata Alinda yang membuat akun instagram baru. Aku bertanya-tanya siapa yang membuat akun instagram miliknya. Aku sangat yakin ini bukan Alinda mengapa? Karena aku sangat mengenalnya dan yang paling mencengangkan adalah Alinda tak henti-hentinya memposting foto teranyarnya sampai aku dengan santainya membuat komentar. Kalau post foto yah satu-satu biar yang ngelihatnya nggak bosen dan kalian tahu sendiri apa yang terjadi kemudian hari Alinda memukulku... lagi. Menurutku heran saja. Ia bahkan tak tahu cara membuat status Line miliknya karena ia hanya menggunakan aplikasi BBM atau Whats Up demi kepentingan saja. Bahkan ia baru tahu fitur membuat status di Whats Up bisa dihapus. Ia hanya tahu cara mengirim pesan dan menelpon saja kadang aku geli melihat ia masih mengirimi pesan teks biasa atau langsung menelponku jika ada hal mendesak.

Baru saja aku duduk di kursi yang ada di depan kelas kami. Alinda datang berbarengan dengan Wulan dan Agnes. Sementara kedua temannya masuk ke kelas Alinda malah menghampiriku lalu duduk disampingku. “Habis darimana kamu?” tanyaku saat Alinda kembali membetulkan letak kerudung navy yang ia pakai dengan kedua tangannya.

“Habis sholat dzuhur.” 

Mengangguk paham lalu aku kembali teringat pertanyaanku mengenai akun instagram baru miliknya.  

“Kamu beneran nggak tahu cara bikin status di Line?” dan Alinda menggeleng sebagai jawaban. “Terus selama ini kalau lihat kami ganti status kamu nggak penasaran?” tanyaku lagi.

“Waktu itu aku sempat tanya Izul cara ganti profile picture dan aku aneh kok dia bisa bagi tautan apapun dengan gampang. Terus izul tanya emang aku beneran nggak tahu yah aku jawab aku pikir selama ini aku tulis catatan itu udah seperti ganti status.”

“Hahahaha..... kok otak kamu kelihatannya aja yang cerdas tapi hal sederhana gitu aja nggak tahu.”

“Mungkin memang otak aku yang nggak bisa memproses hal mudah.”

“Sombong bener nih bocah!”

“Bentar, kalau gitu siapa yang buat akun instagram kamu?”

“Hehehe. Anggi.” 

“Kamu jangan-jangan nggak tahu kalau banyak tentang yang begini?”

“Aku pikir gunanya social media sebatas berkirim pesan dan telpon atau video call aja.”

“Gila! Kamu beneran ketinggalan zaman.”

“Hehehe...kamu mau tahu lagi Er, instagram aku yang buat itu Anggi kan? Dan dia bilang katanya aku terlalu serius sama satu hal dan itu nggak asyik, biar bisa punya galeri pribadi dan kita simpan sendiri. Sekarang aja aku nggak tahu passwordnya apa. Harus aku tanya Anggi dulu deh.”

“Hahahahaha!”

“Malah ketawa, semua social media yang aku punya hasil karya orang lain kok. Facebook dibuat sama Qoryn—teman SMA aku dan akun Instagram juga sama Anggi. Mungkin akunya yang gaptek banget kali yah. Hehehe aku hidup di zaman apa yah?”

“Zaman megalitikum! Hahahahaa!”

“Batu dong?”

“Emang!”

Kami berdua tertawa keras lebih tepatnya aku yang kembali puas tertawa dengan Alinda. Ini juga satu hal yang membuatku tak jemu berteman dengannya selain karena ia lucu, polos dan apa adanya. Ia juga tidak mudah ambil pusing dengan candaan orang selama itu masih batas wajar.

“Eh, Erik? Mau dengar nggak ceritaku tentang vampire diaries? Itu rame lho.”

“Kamu baca novel apalagi?”

“Kok kamu tahu sih? Ish aku belum bilang.”

“Jangankan bacaan kamu, hati kamu aja aku tahu isinya.”

“Apa?”

“Kosong dan luas banget kayak parkiran kampus kita. Hahahaha!”

Shit! Itu nggak usah dibilangin. Sejak aku putus sama si Opik aku belum nemu lagi cowok yang pas buat pacaran.”

Lihat selengkapnya