SEMESTA MASIH MERESTUI

Nurhidayati
Chapter #9

Bab 7_Alinda Ultah Erik yang ribet

Aku sudah lama tak mengecek apapun tentang social media terutama facebookku dan ternyata ketika aku berjalan memasuki kelas dengan menenteng ransel dipundak kananku. Beberapa orang tengah memberikan kalimat selamat kepada Alinda namun aku tak tahu apa yang terjadi jadi aku hanya menunggu sampai Alinda keluar kelas dan mendatangiku. 

“Kamu nggak tahu kalau hari ini apa?”

“Hari kamis?”

“Aku nggak nanya hari senin sampai minggu.”

“Kamu nanya hari, aku jawab. Nggak ada yang salah disini.”

“Huh.... hari ini aku ultah dan kamu lupa kan. Udah aku duga sih.”

“Wah? Kamu ultah? Nambah tua dong!”

“Tua sih pasti, tapi kamu tahu nggak kalau Widya aja yang bukan teman dekatku ngucapin selamat ultah buat aku jam 12 malam. Nah kamu? Apa kabar?”

“Oh? Aku? Baik Alinda.....”

“Aku harusnya emang nggak berharap banyak sama kamu Er, bye! Aku mau ke kantin!”

Alinda pergi kini Bian yang datang ke hadapanku sembari memukul kesal pundakku.

Manehmah gelo. Miss Alinda teh ultah! Maneh caritana deket tapi teu apal!”

Ultah sorangan ge sok poho.”

Nya terus ieu ultah jelema nu sok nolongan arurang. Maneh rek cicing wae Er, moal bisa kitu!”

“Terus?”

Geus we urang ngajieun rencana.”

“Rencana?”

Bian pun membisikan sesuatu yang menurutku tidak ada salahnya untuk dicoba. Yah aku sadar kebersamaan kami akan segera berakhir namun tidak ada salahnya membuat kenangan indah antara kami.

Setelah menunggu beberapa jam dan kelas kami berakhir akhirnya aku mengumumkan kepada seluruh anggota kelas kami untuk tidak langsung pulang karena ada sesuatu yang penting. Mengikuti aba-abaku akhirnya Silvia dan Lusi muncul dengan sepiring donat dengan lilin besar sembari berjalan pelan memasuki kelas lengkap dengan nyanyian ulang tahun yang menggema khas suara Lusi yang cempreng. Aku hanya memfokuskan tatapanku pada Alinda yang kini hanya tersenyum geli sambil menutup sebagian wajahnya menahan malu dan berlari ke ujung meja dosen. Semua teman-teman kami menyanyikan lagu yang sama sembari bertepuk tangan hingga akhirnya aku sampai di hadapan Alinda dengan raut wajah menahan tawa karena aku tahu Alinda sendiri menebak jika aku hanya mempersiapkan sesuatu yang biasa demi membuat dia istimewa namun sialnya Alinda malah memberikan senyum jenaka sekarang.

“Happy Birthday Alinda.” ucapku sembari menyodorkan piring berisi donat besar tadi. “Ayo tiup lilinnya!”

Selesai Alinda meniup lilinnya ia hanya tertawa malu lalu ketika ia membuka kembali wajahnya dengan jahilnya aku lempar donat yang kebetulan rasa keju itu ke wajah kecilnya. Sontak seluruh kelas menjadi riuh dan hampir semuaya tertawa melihat wajah Alinda yang penuh krim keju namun aku lupa bahwa gadis gesit satu ini bisa membalasku dengan kembali menempelkan krim keju ke wajahku. Hanya terdengar sorakan menggoda dari teman-teman sekelas kami. 

“CIYEEEEEEEEEE!!!!!”

Alinda berhenti dan tertawa melihat tampangku yang juga berantakan namun akhirnya ia berhenti lalu ketika ku minta ia memberikan kata sambutan ia kembali menjadi Alinda mode serius yang selalu menampilkan wajah datar penuh pertimbangan. Ia berdiri di hadapan kami dengan tampang cemongnya.

“Thank you everyone, you guys the best for prepare this celebration. Once again thank you. This is the best twenty one ever!”

“WOOOOOOOO!!!!”

Jelas itu adalah teriakan ku yang hanya bisa memberikan surprise yang jauh dari kata amazing tapi aku tahu saat melihat Alinda yang tertawa lepas penuh dengan rasa haru. Tak lupa aku pun mengabadikan rencana kami lewat video ponsel kami dan dengan setengah memaksa kepada semua teman-teman kami untuk mengucapkan dan memberikan do’a kepada Alinda dengan gaya mereka masing-masing. Tak sampai disitu ketika Alinda keluar kelas hendak mencuci muka ia tak menyangkan bahwa ia akan mendapat jackpot siraman rohani maksudku siraman air yang sudah ku siapkan dengan Silvia dan Bian. Ia hanya mengumpat dan menatapku kesal namun seketika ekspresi kesalnya hilang mengingat ini adalah resiko ulang tahun yang harus ia terima. Muka cemongnya juga semakin lucu ditambah coklat yang entah Lusi dapat darimana dan ia oleskan di wajah Alinda.

Kami tertawa puas mengingat Alinda yang biasanya serius dan tak tersentuh kini malah termenung dan pasrah dengan semua ulah kami. Ia tak marah namun aku tahu ia menikmati semuanya buktinya meski ia bisa saja menolak ia tak menghindar dengan semua kejutan kami. Ia bahkan hanya berkata. 

“Ayo, mana lagi? Udah beres?”

Yah. Hari ini adalah hari bahagianya dan aku akan memastikan bukan hanya ia yang akan mengingat hari ini tapi kami semua.

*****

“Kamu kemarin pulang sama siapa?” tanyaku saat melihat Alinda yang hari ini memakai jins dan kemeja hijau bunga-bunga miliknya lengkap dengan kerudung hijau juga. Aku perhatikan Alinda sering memakai warna hijau. Sweater yang ia pakai berwarna hijau, rok yang pakai kemarin juga berwarna hijau tosca lalu beberapa kemeja dan blazzer yang ia pakai juga berwarna hijau. 

“Piah yang anter aku. Dia kayaknya kasihan deh sama aku sampai pakein jacket dia buat nutupin kemeja putih aku.”

Seketika aku teringat bahwa Alinda memakai kemeja putih saat surprise yang kemarin ku buat bersama teman-teman untuk ulang tahunnya. 

“Suruh siapa pake kemeja putih yang kena air yah nyetak ke badan.” Omelku yang dibalas delikan Alinda lalu ia memukul lenganku kencang. “Gini yah aku nggak minta buat disiram air segitu banyaknya. Mana aku pake kemeja putih, badanku kelihat Er! Malu tahu!” curhat Alinda.

“Malu apaan, nggak ada yang harus dipamerin juga. Depan belakang sama sama flat.”

PLAK

Suara tamparan kencang terdengar tapi bukan di pipiku melainkan mendarat di pahaku. Aku tahu bahwa postur badanku yang besar kalau dihitung dua kali lipat daripada Alinda membuat ia dengan mudah mendaratkan pukulan, tamparan, tendangan dan yang lainnya. Kalau tidak ingat begitu banyak jasa yang ia lakukan selama kami kenal, aku akan melakukan hal yang sama namun sejauh ini aku tak pernah membalasnya. Mungkin karena aku tak mau ia terluka. Bukan apa-apa lebih baik aku saja yang menahan luka. Tubuhku kuat tidak sepertinya kelihatannya ia bisa tegar namun siapa sangka ia rapuh di dalam.

“Nggak kerasa, aku udah 21 tahun. Makasih Er, aku sekarang nggak nyesel aku gagal di universitas negeri. Aku bisa ketemu kamu, Shera, Bian dan Silvia.”

“Kamu bersyukur yah ketemu aku? Kok aku?”

“Apa?! Jangan bilang kamu—“

“Aku minta maaf dan aku senang bisa kenal kamu Alinda, aku berharap kamu bahagia.”

“Aku juga. Kamu harusnya buka hati kamu juga Er. Lagian kamu selalu bilang ke aku kalau aku harusnya nggak takut dan lebih berani. Aku ingin bilang hal ini ke kamu. Harusnya kamu juga cari perempuan yang satu frequensi. Satu keyakinan sama kamu. Ini bukan soal cinta tapi kamu paham ada agama yang kamu percaya. Aku yakin kamu akan lebih lega.”

“Kamu mikir kalau aku masih sedih karena aku putus sama mantanku?”

“Ya. Dan aku lihat lukamu masih mengaga.”

“Hahaha! Gila! Ngomong sama penulis emang kayak gini.”

“Hehehe... terserah kamu dengerin atau nggak tapi aku lebih ingin lagi kamu bahagia dan sangat bahagia, Er.”

Aku malah berharap kamu bahagia lebih dahulu, Alinda

Lihat selengkapnya