Proposal skripsi kami tengah diuji dan untungnya tak ada masalah yang berarti karena kini kami tengah berkumpul di gazebo kampus yang terletak di sebrang kelas kami terdahulu. Ruang C6 di gedung C bersebrangan dengan kantin Mamah dan tentunya cukup dekat dengan ruang penguji dosen yang akan menguji materi proposal skripsi kami. Kebanyakan dari kami memilih Quantitative method yang mengharuskan kami melakukan penelitian di beberapa fasilitas umum seperti sekolah, Travel and Tour guide business, English course dan lainnya. Karena aku memih tentang learning style preference tentunya aku akan melakukan penelitian yang sesuai dengan tempat PPL ku tahun kemarin. Sementara hanya segelintir yang mengambil Qualitative method dan contoh nyatanya adalah Alinda yang kini tengah santai berselfie ria dengan Agnes, Izul, Aprilia, Lusi, Bian dan teman-teman kami yang lainnya. Ia bahkan tak sadar bahwa aku memperhatikannya lewat jendela kelas C5 yang memantul namun sedikit terhalang pintu kelas.
Pernyataan mengejutkan Alinda tentang betapa ia mengingikan kehidupan selanjutnya bersamaku membuatku sempat tak menyangka bahwa selama ini ada perasaan seperti itu yang ia rasakan dan sayangnya bukan aku tak merasakan hal yang sama tapi aku tengah menela’ah perasaanku terhadapnya apakah hanya kwatir biasa ataukah hanya empati yang kurasakan karena hanya ia yang dekat denganku setelah aku putus lama dengan pacarku. Aku sadar bahwa selama ini aku membingungkan banyak pihak karena perhatian atau kepedulianku namun aku selalu menegaskan betapa mereka berharga sebagai temanku maupun sahabatku. Hanya saja ada yang berbeda dengan Alinda. Jika Silvia mungkin senang memelukku dan mengatakan bahwa perangaiku seperti ayahnya aku selalu memeluknya dengan penuh kasih karena aku tahu Silvia sangat merindukan sosok ayahnya namun selama aku bersahaba dengan Alinda aku tak pernah melakukan hal itu bahkan ketika ia mendapatkan IPK tertinggi dua tahun silam.
Yang selalu kulakukan adalah tersenyum hangat dan mengusap puncak kepalanya ketika ia melakukan hal baik namun jujur saja ketika ia mengeluh atau mulai merengek aku sebenarnya ingin memeluknya dan mengatakan ada aku yang bisa ia andalkan tetapi semua itu urung ku lakukan karena aku takut ia melihat diriku berbeda. Sudak ku bilang bukan bahwa Alinda senang menjaga jarak dengan siapapun dan itu ia terapkan kepadaku juga. Kisah persahabatan dan cintanya yang menyedihkan membuat ia tak mempercayai siapapun dan menganggap bahwa ketulusan zaman sekarang itu sudah tidak ada karena itulah aku memilih mengusap punggungnya atau membetulkan kerudungnya dan membawakan bukunya saat ia memang kesulitan serta aku selalu memastikan bahwa apapun yang terjadi dengannya aku mengetahuinya. Dengan cara inilah aku memastikan bahwa ia baik-baik saja selama ada dibawah pengawasanku.
Kini aku melihat Alinda menghampiri sahabatnya yang baru saja keluar dengan wajah tegang namun sumringah karena ia juga berhasil menyampaikan materinya dan dosen penguji menyetujui skripsinya. Kembali aku melihat wajah merajuk Alinda yang sering ia perlihatkan pada seseorang yang menurutnya nyaman dengan semua itu. Ia menempel erat dengan sahabatnya dan mengatakan sesuatu yang lucu sepertinya karena aku bisa melihat sahabatnya tertawa. Pertengahan semester aku tahu bahwa Alinda memiliki sahabat yang berasal dari SMA yang sama yang bernama Kamil.
Dulu aku berpikir nama Kamil adalah nama seorang lelaki yang ia pacari selepas putus dari Opik. Sebentar? Aku baru saja ingat dengan jelas siapa lelaki itu yang kumaksudkan bukan? Ah sial! Aku kini mulai seperti Alinda yang mengingat hal terperinci begitu kental. Yah namanya Kamil dan ia adalah perempuan tulen namun gayanya saja yang tomboy sedangkan Alinda memiliki gaya casual yang selalu memadupadankan semua kemejanya dengan celana katun atau celana jins dan sesekali ia memakai rok dan aku jarang menyadarinya karena saking kecilnya ia di mataku.
Mereka kini kembali melakukan swafoto yang entah ke sekian kalinya karena ternyata sejak Anggi membuatkan akun Instagram baru milik Alinda. Ternyata Alinda mulai keluar dari zona nyamannya dan mulai berbaur dengan banyak orang juga mulai membuka dunianya. Mungkin kalian pikir kenapa aku tak menghapiri Alinda seperti yang biasa ku lakukan. Aku bisa saja seperti itu namun kini aku merasakan hal berbeda itu muncul disetiap aku melihat Alinda. Pernyataan seminggu kemarin sebenarnya bukan hal mengejutkan jika saja bukan Alinda yang mengatakannya meski memang Alinda tidak mengatakan secara gamblang bahwa ia menyukaiku.