Sebulan sudah aku dan semua mahasiswa angkatan kami tengah menyibukan diri menyelesaikan skripsi masing-masing bahkan semuanya seakan-akan berlomba mendapatkan kata ACC yang sangat dinanti-nanti. Jika biasanya aku akan mengejar-ngejar cewek cantik kini aku mengejar dosenku yang kebetulan sudah berumur dan lelaki pula. Jadi jangan kalian bayangkan kisahku akan berbelok menjadi kisah dosen pembimbingku cantik. Mengingat pikiran nyelenehku malah membuatku teringat Alinda yang selalu saja membaca novel dan scrolling di aplikasi berwarna orange yang saat ini digandrungi banyak penulis pemula seperti dirinya. Dimataku sebenarnya Alinda itu multitalenta. Maksudku begini, Alinda tipikal gadis yang senang menggali potensinya dan cukup percaya diri serta tekun dengan apa yang ia lakukan. Bukan apa-apa aku hanya khawatir bagaimana jika ia mengalami gegar otak karena memeras otaknya terlalu kuat. Kalian juga sudah bosan bukan kalau aku menulis kembali Alinda yang tengah mengetuk-ngetuk kepalanya. Terakhir kali aku melihat ia mengetuk-ngetuk kepalanya dengan pulpen yang ujungnya lancip. Bertanya-tanya dalam hati sesakit apa sih headache tension yang ia derita. Niatku ingin menceritakan pengalamanku mengejar-ngejar dosen, di php-in dosen juga, dibuat kesal dan nggak paham apa maunya dosen dan yang paling utamanya adalah nikmatnya lembaran skripsi saat dibubuhi tanda tangan dosen yang bertuliskan ACC. Tetapi yang ada aku malah membahas Alinda tadi, bukan? Jujur saja aku merindukannya akhir-akhir ini.
Membahas skripsiku sebenarnya cukup menarik karena aku mendapat dosen pembimbing senior yang keibuan sehingga aku tak canggung berdiskusi dengannya dan ia malah welcome dengan semua keluh kesahku bahkan aku mendapat banyak referensi dan arahan yang pas menurutku. Tidak kurang dan tidak lebih membuatku merasakan aku bisa berbicara layaknya bersama Mamaku yang jauh di sebrang sana. Aku sudah lama tak pulang ke Kuningan dan aku juga sibuk menyelesaikan hasil kutipan serta beberapa buku yang harus ku ringkas demi menyesuaikan sesuai tema yang ku buat. Memasuki bab dua dalam skripsi mungkin masih membingungkan karena disini aku harus mencari lebih banyak buku dan bahan yang sesuai nantinya dengan penelitianku.
Kalian tahu pemikiran manusia sepertiku bisa berjalan kemana saja bukan. Mungkin kalian pikir aku tengah menatap layar laptop dengan kacamata tebal dan membuka lembar per lembar bahan skripsiku tetapi kini aku malah duduk di gazebo bersama dosen pembimbingku yang katanya menginginkan udara segar dan selama tadi aku bercerita sebenarnya realita yang terjadi sekarang adalah aku yang tengah melihat apa saja yang dosen pembimbing ku coret dalam naskah bab dua skripsiku.
“Revisi yah, Erik Ganjar. Kamu sudah cukup baik tapi kayaknya grammatical structure kamu berantakan. Ini juga ada beberapa source yang nggak relevan. Kamu bilang skripsi yang kamu tulis tentang student’s anxiety kan nah ini kebanyakan bukan anxiety. Kamu bisa explore lebih dalam.”
Mengangguk singkat dan setelah aku bertanya beberapa hal ia memperbolehkan ku pamit undur diri dan aku memasukan map ang berisi lembaran skripsiku. Berjalan ke kantin Mamah yang sudah jarang ku kunjungi kebanyakan aku menghabiskan waktu ke Padalarang beberapa minggu terakhir untuk menyempurnakan penelitianku di salah satu sekolah negeri di sana. Dan entah semesta yang merestui namun aku melihat tatapan mata itu dengan senyum lebarnya yang kini tengah berdiri di samping kursi panjang yang ada di sebrang kantin Mamah.
“Erik!!!”
****