SEMESTA MASIH MERESTUI

Nurhidayati
Chapter #15

Bab 14_Pengakuan Erik dan Alinda

Kami menonton dengan serius. Tau film apa yang kami tonton karena aku tak setuju dengan pilihan film drama picisan yang ingin Alinda tonton maka aku memesan tiket film kartun dimana si pemeran utamanya adalah penjahat kecil yang ditemani pelayan-pelayan kecil yang berbentuk kapsul dan berwarna kuning serta menggunakan bahasa yang tidak jelas ketika berkomunikasi. Mungkin sebagian dari kalian tahu dan pastinya sangat paham film itu buatan negara mana. Selesai membeli tiket kami pun memutuskan untuk membeli popcorn lebih tepatnya Alinda yang membeli popcorn plus minuman sedangkan aku yang membeli tiket film tersebut. Untung saja kami datang tepat waktu dan tak perlu menunggu lama untuk menonton. Hingga teater tempat kami menonton pun sudah dibuka kami langsung mencari kursi yang kami pesan di bagian C5 dan C6. Entah kenapa Alinda malah menginginkan kursi yang dekat dengan AC. Katanya ia lebih senang ada di tempat yang tidak terlalu tinggi atau tempat yang terlalu dekat dengan layar.

Selama menonton dengan Alinda aku memperhatikan bahwa ia sangat menikmati film yang sedang diputar dan jujur saja pandangannya terlihat seperti menerawang jauh dan aku tak mau mengusiknya. Sesekali aku melihatnya mengunyah popcorn lalu meminum cola yang kami pesan dan kembali ia fokus kepada layar. Selama dua jam kurang kami menikmati film dengan pikiran masing-masing. Kami tertawa dengan sesuatu yang menimpa makhluk kuning tadi lalu kadang aku membicarakan bagaimana teknik pembuatan gambar yang bagus dalam beberapa film dengan suara yang cukup rendah karena yang menonton bukan hanya kami saja. Setelah film berakhir kami memutuskan keluar dari teater karena waktu juga sudah menunjukan pukul empat sore akhinya Alinda memintaku untuk menunggunya karena ia harus melaksanakan sholat ashar. Selepas sholat ashar kami pun memutuskan berjalan-jalan disekitar taman kota yang memang kebetulan tak jauh dengan mall tempat kami nonton. Kami mengabadikan banyak foto sebenarnya lebih tepatnya Alindi yang meminta aku memotrernya. Sesekali aku hanya menertawakan ceritanya seputar kehidupannya, sesi bimbingannya bersama dosennya lalu masa depannya. Karena kami juga lapar akhirnya kami duduk di kursi kosong taman yang bersebrangan dengan tenant kue. 

“Linda, mau ikut aku ke tempat adem tapi murah dan bisa buat merenung?”

“Boleh Er! Yuk!”

Menaiki motorku dan kami langsung memutar arah menuju suatu tempat yang menurutku bisa menggambarkan hubungan kami. Tak lama aku menghentikan motorku di depan taman kecil yang memang letaknya berada di pusat kota. Taman ini memiliki gaya minimalis karena memang tak terlalu luas dengan beberapa fasilitas umum yang biasa ditemukan di setiap taman. Namun yang berbeda adalah taman ini memisahkan dua tempat ibadah. Di sebrang kanan ada gereja dan di sebrang kiri ada sebuah mesjid. Aku meminta Alinda turun dan kami memilih kursi taman yang kosong.

“Tadi kamu melamun waktu nonton. Kenapa lagi?”

“Nggak, aku jadi kepikiran soalnya dulu aku pengen banget jadi penulis naskah gitu yang karyanya selalu di ambil bahan buat film terus nama aku muncul deh di akhir penayangan filmnya.”

“Yah, kamu bisa kembangkan lagi bakat menulis kamu.”

“Pasti Er, tenang aja aku cuma lagi istirahat aja. Secara kepala aku pusing terus tiap habis bimbingan.”

“Pusing kepala kamu makin jadi. Ini bukan migrain atau apa kan? Maksudnya kalau parah yah ke dokter.”

“Nggak parah. Stress aja biasa.”

“Jangan dibiasakan makanya!”

“Iya! Oh iya! Ini ...”

Melihat apa yang ia maksud dan kini aku tersenyum kecil melihat beberapa permen yang ada dalam tas selempang miliknya. Ia menyodorkannya ke arahku dan aku langsung mengambil satu. Membuka bungkusannya dan memasukannya ke dalam mulutku.

Lihat selengkapnya