Namaku Jinggani Athalla. Orang-orang yang mengenalku biasa menyapa dengan nama Jingga. Aku berbaring di spring bed berwarna abu-abu dan hitam. Jam dinding berwarna putih di kamarku menunjukkan pukul tujuh malam. Tirai jendela berwarna abu-abu kubiarkan terbuka separuh.
Lima menit lagi suara Ibu akan memanggil menyuruh bergabung untuk makan malam. Aku memutuskan untuk pergi ke ruang makan sebelum diteriaki. Aku berjalan pelan keluar dari kamar dan menuju ruang makan.
Rumahku tidak terlalu besar. Hanya ada ruang tamu, dapur, dua kamar mandi, dua kamar tidur dan satu bagasi yang merangkap sekaligus gudang. Sederhana, tetapi aku lebih dari menyukainya.
“Jingga, bagaimana kuliahmu?” tanya Ayah.
“Baik, sejauh ini tidak ada masalah yang serius, Yah,” jawabku.
Aku duduk di salah satu kursi kosong di sebelah adikku, Aldava. Usianya delapan tahun. Adik laki-lakiku yang super bandel, cerewet dan mudah marah. Salah satu sifat ayahku menurun padanya. Mudah marah.
“Kak Jingga belum mandi!” ucap Aldava mengejekku.
“Biarin, yang penting tetap cantik,” balasku.
“Cantik kalau dilihat dari lobang jarum!” celetuk Ara tiba-tiba. Aku hanya meliriknya sekilas. Tidak selera menanggapi.
Namanya Ara. Usianya tiga belas tahun. Dia adik perempuan yang pengertian sekaligus menyebalkan. Anak yang paling keras kepala, susah diatur dan anak yang paling sering dimarahi di rumah ini.
Ibu duduk di salah satu kursi setelah selesai menghidangkan beberapa piring berisi lauk-pauk. “Pupuk bunganya sudah dibeli, Jingga?” tanya Ibu.
“Astaga. Jingga lupa, Bu.” Aku menepuk jidatku menyesal. “Besok Jingga belikan, janji tidak akan lupa lagi,” ucapku meyakinkan. Aku sangat merasa bersalah.
Tugas-tugas kuliah yang super banyak membuatku melupakan beberapa hal. Ditambah lagi kegiatan mengenang seseorang yang sangat penting di halte bus. Semakin menyita konsentrasiku.
“Iya, tidak apa-apa. Namanya juga manusia, memang tempatnya lupa.” Ibu tersenyum menatapku.
Lihatlah! Dia adalah orang paling spesial di rumah sederhana ini. Dialah ibuku. Usianya 42 tahun. Wajahnya semakin hari semakin menua, mungkin karena kelelahan mengurus rumah dan tiga anaknya. Ditambah lagi dia harus bekerja untuk menambah penghasilan.
Dia adalah ibu seperti umumnya, tidak ada yang berbeda. Kasih sayangnya tulus dan tidak terhingga. Kecuali beberapa hal. Aku yakin kalian pasti tahu kebiasaan umum para ibu-ibu. Suka mengomel jika anak perempuannya pemalas, selalu jadi alarm alami di pagi hari dan banyak hal lainnya.