Semestamu

Dickry Fajarudien
Chapter #3

Realitas lain

Pagi ini Ryan harus merampungkan chapter 3 novelnya, deadline sudah dekat. Tangan kanan bergantian memegang mouse laptop dan pena. Mata kantuknya berusaha tetap menatap monitor laptop. Duduk di kursi kayu dengan senderan tegak, terjaga semalam suntuk mungkin membuatnya lelah

"Bagaimana ini?, besok aku harus menyerahkan naskah ini!". Gumamnya sambil menggaruk rambutnya yang acak-acakan. "Kenapa aku harus mengalami writer's block?, sialan !."

"Menyeduh kopi atau jalan-jalan ya?", tanyanya pada diri sendiri, "aku harus mencari ide. Pikiranku kacau. Mungkin jalan-jalan jadi alternatif paling bagus". Ryan terus bergumam berbicara dengan dirinya sendiri. Duduk diruangan penuh cahaya di pagi hari tidak selalu membuat pikirannya bekerja maksimal, sehingga dia memutuskan untuk menyinari kepalanya dibawah sinar matahari pagi. Mencoba bercengkrama dengan alam dia pikir mungkin akan memberinya gagasan bagus untuk menyelesaikan naskahnya.

Ryan tinggal di desa Lautebrunnen, Swiss. Lauterbrunnen adalah salah satu desa terindah di Swiss dengan ketinggian 802 m. Ada banyak air terjun di desa ini, namun yang paling terkenal ialah Staubbach dan Trummelbach Falls. Desa ini juga memiliki jumlah populasi sangat sedikit, Lokasinya terletak di Lembah Lauterbrunnen dan terdiri dari desa Lauterbrunnen, Wengen, Mürren, Gimmelwald, Stechelberg dan Isenfluh.

Saat ini musim semi sedang berlangsung di Swiss, musim dimana pemandangan desa itu akan terlihat dititik terindah. Ryan berjalan keluar rumahnya mengenakan setelan kasual, menyusuri undakan anak tangga yang terbuat dari batuan sungai sebanyak 12 anak tangga. Berjalan lurus melewati hotel Hornerpub hingga akhirnya sampai di air terjun Staubbach falls. Sudah 2 tahun lebih Ryan tinggal di Lauterbrunnen, tetapi kekaguman terhadap keindahan desa ini tidak pernah hilang dalam persepsinya.

Ryan duduk di padang rumput, sambil menatap jatuhnya air terjun staubbach dengan aliran airnya yang ringan, tapi tetap megah. Air Terjun Staubbach terletak di antara Air Terjun Aegertenbach dan Air Terjun Murrenbach, dan tepat di seberang Air Terjun Trummelbach. Hampir tidak mungkin untuk dekat dengan ketiga air terjun tersebut, tetapi Ryan masih bisa mendapatkan pandangan yang jelas tentang ketiganya dari berbagai sudut pandang gunung. Relaksasi itu membuat pikirannya yang tadinya kacau sekarang mulai tersusun kembali. Sesekali ia mencatat gagasan-gagasan yang muncul satu persatu dalam benaknya di sebuah buku catatan kecil.

Seringkali Ryan berdialog dengan teman imajinernya, berdebat tentang konsep-konsep filosofis. Melakukan proses dialektika dengan pikirannya sendiri.

Menyatakan tesis,

Lalu dibantah dengan antitesis,

Hingga terbentuk suatu sintesis. Ketiga proses itu membantunya dalam menuangkan gagasan brilian tentang ontologi, fenomenologi, metafisika, dan eksistensialisme.

Lihat selengkapnya