Semestamu

Dickry Fajarudien
Chapter #4

Tanpa judul

 Dari kasur aku melihat hujan menerjang kaca jendela kamarku. Sekarang memasuki pertengahan musim hujan. Kita menyebut nya musim kan? atau cuaca?, intinya terserah. Hanya saja untuk mengungkapkan kerangka berpikir ke dalam sebuah kata lumayan sulit bagiku untuk di lakukan, jadi aku lebih suka memakai kata 'musim' untuk peristiwa hujan. Karena aku melihat latar belakang antropologis dan sosiolinguistik masyarakat yang memilih kata 'musim' dibandingkan 'cuaca' untuk peristiwa 'hujan'.

  Hujan telah berhenti, Sudah menjadi kebiasaanku setiap pagi untuk selalu mengecek kotak surat. Selepas hujan berhenti, aku bergegas keluar kamar hanya mengenakan piyama abu-abu dengan motif bunga lily, berjalan menuju pintu depan rumah. menyusuri halaman depan tanpa alas kaki. Terdengar teriakan ibu "Yuna, pakai alas kakimu !". Teriakan Ibu tidak ku hiraukan. Setiba di depan kotak surat, aku membuka kotak itu, dan menemukan beberapa surat, kebanyakan ditujukan untuk Ibu. Terus kucari-cari di tumpukan surat itu, berharap ada satu saja surat balasan dari Tyo. Dan ya "Ada!". Aku langsung tahu itu dari Tyo sebab di surat itu tertulis "Untuk Yuna" Di kirim dari Zurich 22 Desember 2020. Tak pikir panjang, langsung ku buka surat itu dan menemukan sebuah buku catatan kosong. Ya, buku kosong, hingga kubuka setiap lembarnya, dan di halaman terakhir aku melihat satu kalimat bertuliskan "Lihatlah ke belakang". Apa maksudnya?.

Aku berpikir

Dan terus berpikir

Aku mencoba mengikuti instruksi yang tertulis di buku itu dan melihat ke belakang.

Di belakang ku,

itu berarti aku disuruh melihat ke arah seberang depan rumah ku.

Disana aku melihat sayup sesosok orang menggunakan topi hitam menutupi wajahnya, memakai jaket kulit hitam dan celana jeans berjalan mendekatiku. Betapa kagetnya ketika dia mendongakkan wajanya menatap mataku dan berkata "Apa kabar?". Itu Tyo !. 

  "Bagaimana !?, Tyo!". Aku masih tak percaya orang yang ku tunggu bertahun-tahun tiba-tiba muncul di hadapanku.

  "Apanya yang 'bagaimana'?". Dia kembali bertanya.

  "Bagaimana kau bisa ada disini?, Bagaimana surat ini datang secara bersamaan dengan si pengirim nya?, apa yang kau lakukan akhir-akhir ini?, dan kemana saja kau selama ini?."

  "Bagaimana ya?, pertanyaan mana yang harus ku jawab terlebih dahulu?. Apa perlu ku jelaskan?". Dia menggaruk kepalanya menggunakan tangan, tersenyum kebingungan dengan hujaman pertanyaanku.

  "Tentu saja!"

  "Sebelum itu, apa kau tidak keberatan mengajak ku masuk ke rumah mu, di luar dingin. Apa kau tidak kedinginan berdiri di luar hanya berbalut piyama seperti itu?, lihat! kau juga tidak mengenakan alas kaki!"

  "Kau benar-benar orang yang penuh kejutan!. Kau datang entah darimana secara tiba-tiba, lalu berharap aku mengajakmu masuk ke rumahku?. Untuk seseorang yang telah membuatku menunggu, kau benar-benar tidak tahu malu!. Baiklah, ayo masuk." 

Kupersilahkan Tyo duduk di ruang tamu. "Silahkan duduk. Dimana saja. aku ganti baju dulu sebentar."

Lihat selengkapnya