Arutala turun dari motor, melepaskan helm dan mengembalikannya kepada Banu.
“Thanks yah, Nu. Hati-hati baliknya” Tak perlu menunggu balasan, Tala masuk ke dalam rumah. Dirinya tidak sadar sepasang mata hitam legam Banu melihat ke punggung cewek yang hilang di balik daun pintu.
“Sebatas itu, cukup” bisik Banu pada dirinya sendiri.
***
“Kamu tahu kan peresmian bangunan Supraba yang baru, pastikan itu ada di Headline Utama kita minggu ini. Dan sebagai Wapimred, saya ingin kamu sendiri yang turun tangan ke lapangan. Ini berita penting.”
Arutala mengangguk. Jika dirinya sudah ditugaskan turun, maka mutlak hukumnya. Wajar saja Pak Dharma, Pimpinan Redaksinya, menaruh perhatian utama pada keluarga Supraba. Sepak terjang keluarga itu diketahui seluruh kota. Bahkan ada masa saat media mengalami keterpurukan, Grup Suprabalah yang bergerilya menopang media ini.
Keluar dari ruangan Pimred, Arutala duduk di mejanya. Setiap mendengar nama Supraba ada bagian dari hatinya yang merasa sesak. Padahal sudah lama sekali berlalu seluruh cerita remaja itu. Dirinya kini wanita dewasa. Lagipula satu-satunya orang dari keluarga Supraba yang dikenalnya berada jauh di ujung benua lain, begitu yang didengarnya dari orang-orang. Setelah menepuk pipinya sebentar, wanita berkacamata itu kembali tenggelam dalam pekerjaannya.
Peresmian properti apapun milik keluarga Supraba tidak pernah sepi. Seperti hari ini, seluruh media berlomba-lomba ada di kursi terbaik untuk kemudian dapat membubuhkan tindak tanduk Supraba di media masing-masing. Tidak lama terlihat banyak sekali pemuda berjas hitam yang menandakan, Agung Supraba, Tuan Besar, telah tiba. Biasanya Agung selalu datang hanya didampingi dengan sekretaris pribadi dan para bodyguardnya. Namun kali ini terlihat ada satu sosok lagi yang berjalan mengiringi langkah di belakang Agung. Kehadiran lelaki asing namun tampan itu cukup membuat seluruh orang yang di dalam ruangan bereaksi menerka-nerka.
Arutala baru saja akan masuk ke ruangan. Entah apa kecerobohan apa yang dilakukannya siang ini hingga lupa membawa kacamata. Setelah memohon dengan iming-iming album BTS terbaru, akhirnya adik kesayangannya berbaik hati mengantarkan kacamata itu. Setelah selesai bertelepon, saat itulah dirinya melihat dia. Lelaki yang walau sudah 10 tahun tidak dilihatnya namun tetap mampu dikenalinya walau tanpa kacamata sekalipun. Lelaki itu, masih dengan muka yang selalu tersenyum, melihat ke arah Arutala. Dan mata mereka bertemu. Seluruh kenangan-kenangan tumpah dan berlarian.
2009
Setelah adegan ciuman kilat di ruang OSIS, Gatra dan Arutala saling menghindar. Jika ternyata tidak sengaja mereka harus berjumpa, pasti salah satunya akan gelisah dan memutuskan pergi lebih dulu. Entah apa yang dipikirkan oleh kedua remaja ini. Jika saling cinta, bukankah sebaiknya mulai bicara?
Pada dua hati yang sedang jatuh bersamaan, akan ada satu yang tidak tahan dan memulai duluan. Kali ini orang itu adalah Arutala. Bukan apa-apa. Dirinya hanya ingin memarahi Gatra yang berani menciumnya tanpa meminta ijin. Itu adalah pelecehan baginya. Iya. Dia harus memahami anak bos besar itu. Jangan karena dia kaya lalu bisa seenaknya. Iya, Arutala memantapkan hatinya mengarang kalimat-kalimat akan yang dimuntahkannya di depan Gatra.
Klub sepakbola sekolah memiliki tempat tongkrongan langganan. Kantin belakang sekolah. Selain klub sepakbola, anak lelaki lain juga senang sekali berada di sana. Mungkin karena lokasinya yang jauh dari jangkauan guru sehingga mereka bisa leluasa melakukan apa saja. Siang ini matahari sedang terik-teriknya. Jarang sekali melihat keberadaan anak perempuan di kantin belakang, namun kali ini berbeda. Seorang Sembagi Arutala, Ketua Osis SMA Kencana, memunculkan dirinya di tempat terasing ini dan membuat seisi kantin hening.
Arutala memang tidak secantik Tisna, ketua cheers yang sering sekali digoda laki-laki di sekolah ini. Tapi Arutala tetap masuk ke dalam deretan cewek popular. Lesung pipi yang menghiasi kedua pipinya sering kali menjadi daya tarik ketika dia tersenyum.Belum lagi rambut hitam panjangnya yang walaupun sering diikat benar-benar terlihat memikat. Namun cowok-cowok yang ingin mendekati Tala harus tahu diri. Cewek ini fokus. Dan sejak kelas satu, satu-dua orang yang berusaha mendekatinya ditolaknya dengan tegas bahkan sebelum mereka sempat mengatakan apapun. Menyukai cewek pintar memang banyak sekali kendalanya. Belum lagi rumor bahwa Gatra yang senang sekali berada di sekitar Arutala membuat banyak kaum Adam mundur teratur.
Dan kehadiran Arutala siang ini mebuat banyak mata bertanya. Kenapa sang ketua osis mau repot-repot menginjakkan kakinya ke sini. Apa gerangan yang dicarinya. Gatra yang baru saja akan masuk ke kantin terpaku melihat Tala sedang dipandangi banyak mata. Cewek itu terlihat kebingungan sambil sesekali menolehkan kepalanya seperti sedang mencari seseorang. Kehadiran Gatra yang ada tepat dibelakangnya sama sekali tidak dia sadari.
Melihat Tala yang mulai jengah pada situasi kantin yang terlalu sunyi karena kehadiran dirinya, dia memutuskan pergi, orang yang dicarinya tidak ada di sini. Dan saat berbalik dirinya dan Gatra saling bertatapan.
“Ehemm… Gat, gue nyari lo” Ujar Tala yang disambut dengan gegap gempita seisi kantin.
“OHHH NYARI GATRA, YAH KIRAIN NYARI GUE”
“NGACA BOS, BUAT BISA DICARI SAMA SEORANG ARUTALA LO HARUS MINIMAL SETAMPAN GATRA”