Semestanya Arutala

Denting Piano
Chapter #6

Mencari jawaban

“Gimana Pak Banu seluruh ketentuan kerja sama yang akan kita laksanakan? Apakah ada pertanyaan?” Gatra menatap serius calon fotografer yang akan dipekerjakannya untuk setiap proyek properti Supraba. Untuk semua hal yang sudah diserahkan Agung kepadanya, dia tidak akan setengah-setengah.

Banu menatap putra tunggal Agung Supraba yang kini duduk di hadapannya. Gatra memiliki bahu yang lebar. Menurut cerita Arutala, cowok ini memang atlet sepak bola sekolah yang lumayan sering memenangkan lomba. Dilihat dari tubuh atletisnya yah bisa jadi itu benar. Mata Gatra yang sedang menatap dirinya dengan raut serius itu tidak bisa menyembunyikan air muka jahil yang memang dimilikinya. Ditambah hidung mancungnya dan kulit sawo matang membuat penampilan pria ini seksi. Yah sebagai fotografer, Banu sangat tahu definisi seksi itu yang seperti apa.

“Saya sudah mengerti dengan seluruh ketentuan yang Pak Gatra jelaskan. Dan karena ini kontrak jangka panjang, beritahu saya satu hal mengapa keluarga Supraba kali ini menginginkan dokumentasi pribadi? Padahal media selalu tanpa lelah mengejar berita apapun tentang kalian.”

Gatra tersenyum.

“Media tetaplah media. Mereka hanya akan memberitakan apa yang mereka lihat. Berita clikbait semakin menambah rating bisa jadi menjadi bumbu setiap berita mereka. Saya membutuhkan mata yang tulus untuk setiap yang keluarga Supraba lakukan di negeri ini. Saya ingin detail kegiatan Supraba, sampai ke hati masyarakat lewat gambar terbaik. Yang tanpa narasi tambahan, tetap dapat memikat hati orang kebanyakan. Saya mau foto yang bisa bicara.” Tandas Gatra.

Banu lagi-lagi menatap mata Gatra. Jabat tangan tanda dimulainya kerjasama keduanya, mengakhiri pertemuan hari itu.

***

Agung Supraba baru tiba di rumah. Sejak kepergian istrinya, rumah ini semakin sepi. Gatra selalu menghindarinya. Yah memang mereka tidak memiliki hubungan dekat untuk saling bertukar cerita akrab. Kesibukan membuat hubungan keduanya renggang. Masuk ke ruang makan, dilihatnya putra tunggalnya sedang duduk sendirian menatap piring kosong di hadapannya.

“Malam Gatra, kamu belum makan?” Suara berat Agung menyapa Gatra.

“Pa, baru pulang?”

“Kamu belum mulai makan kan? Sekalian aja kita makan bareng yah.”

Bi Sum, kepala pembantu kediaman Supraba dengan cekatan menyiapkan makan malam untuk kedua Tuan Besarnya. Ini makan malam bersama mereka yang pertama sejak kedukaan. Sebagai pengamat keseharian anggota keluarga di rumah ini. Bi Sum adalah yang paling menyadari aroma canggung yang mengukung kedua pria ini.

Keduanya makan dalam hening. Hanya terdengar sendok dan garpu yang saling berdenting dengan piring. Hingga akhirnya lagi-lagi Agung yang mengalah pada kediaman yang menyesakkan ini.

Lihat selengkapnya