Arutala turun dari motor Banu. Hatinya sungguh tidak ingin pulang. Tetapi Banu memaksanya. Lari dari masalah tidak menyelesaikan apa-apa, begitu pesan Banu. Cewek itu bahkan tidak melepas helmnya. Benar-benar tidak ingin masuk ke rumahnya sendiri. Banu melepaskan pengait helm dan helm itu. Rambut Arutala ikut berantakan saat helm terlepas. Banu merapikan anak-anak rambut Arutala.
“Masuk gih, Ama pasti udah nungguin kamu.”
“Lo gak suka gue nginep tempat lo ya Nu? Males pulang gue” Rengek Arutala.
“Saya sih malah seneng kalau kamu bisa setiap hari tidur di rumah saya. Tapi nanti tunggu nikah.”
Muka Arutala merona. Banu tidak pernah melontarkan gombalan atau rayuan seperti ini. Namun sejak menyatakan cinta, cowok ini memang sedikit berbeda. Dan kenapa pula dia merona sadar hey Arutalaaaaaaa, umpatnya pada diri sendiri.
“Yaudah gue masuk ya. Makasih ya Nu. Dadahhhh.”
Banu tidak akan pergi dari sana sampai Arutala benar-benar masuk ke dalam rumah. Setelah memastikan cewek itu tidak akan kabur lagi, Banu menyalakan motornya.
Arutala tidak melihat keberadaan Ama di dalam rumah. Dirinya juga belum siap bertatap muka terang-terangan dengan Ama. Arutala langsung melesat ke dalam kamarnya dan tidak keluar lagi dari sana hingga malam tiba.
Tok…Tok…Tok…
Pintu kamar Arutala diketuk. Kepala Ama menyembul dari sana.
“Tala sayang, udah jam makan malam nih. Yuk.”
“Aku belum laper Ma.”
Ama masuk ke dalam kamar. Arutala sedang menghadap laptopnya. Suasananya menjadi canggung.
“Kamu mau diemin Ama sampai kapan?”
“Aku gak diemin Ama kok, kan dari tadi aku jawab.”
Ama mengelus kepala anak perempuannya. Satu-satunya anak yang dimilikinya. Ama sangat mengerti dari mana keras kepala Arutala ini. Mirip sekali dengan suaminya. Sejak kepergiannya secara tiba-tiba, selang dua bulan mereka bertemu tidak sengaja di depan rumah. Suaminya sedang melihat-lihat ke dalam rumah seperti maling. Rasa malu dan bersalah memenuhi wajahnya ketika bertemu mata dengan istri tercintanya. Mungkin benar yang orang bilang tentang seorang ibu punya hati menyerupai malaikat. Pintu maaf selalu terbuka lebar dari seorang ibu. Pun begitu Ama yang dengan besar hati memaafkan Apa. Manusia adalah makhluk yang penuh salah dan khilaf. Satu kesalahan tidak lantas meluputkan seluruh perjuangan yang telah dilalui mereka berdua.
Namun Ama tahu, lapangnya maaf yang diberikan untuk suaminya tidak akan sama dengan Arutala. Ama yang paling mengerti soal kejatuhan Arutala atas rasa percaya pada lelaki yang dipanggilnya Apa. Arutala dihantam dua kehilangan dalam satu waktu. Kematian dan ditinggalkan. Pintu maaf sudah tertutup rapat dan berdebu untuk Apa. Walau sembunyi-sembunyi selama bertahun-tahun Apa terus menyokong ekonomi keluarga. Menjadi kepala keluarga walau terlihat tidak ada. Arutala tidak pernah tahu itu. Ama menyembunyikannya rapat-rapat.