Gatra baru saja selesai melihat seluruh hasil pekerjaan Banu di komputer. Mereka hanya berdua saja di dalam ruangan besar itu. Sejak disewa sepenuhnya oleh perusahaan ini, Banu memang punya akses penuh bertemu langsung Gatra Supraba.
“Keren semua fotonya. Pantes lo yang direkomendasikan, ga mengecewakan.” Gatra buka suara.
“Thanks Pak.”
Gatra menatap Banu. Banu mulai risih ditatap begitu lama.
“Ada lagi yang perlu Bapak sampaikan atau mungkin pembicaraan mengenai event?”
“Sejak kapan lo kenal Arutala?” Tanya Gatra.
Alis Banu terangkat, “Arutala yang mana?”
Gatra tergelak mengejek, “Arutala itu nama yang unik. Sembagi Arutala. Gue rasa lo gak akan kenal banyak orang yang bernama sama. Gue gak suka basa-basi Banu Kanigara.”
“Saya ke sini untuk membahas pekerjaan bukan perempuan.”
“Kalau gitu kesampingkan urusan pekerjaan dan mulai bahas perempuan.”
Mereka saling bertatapan tajam.
“Kamu kira 21 hari mampu menggantikan tahun-tahun yang terlewat? Mengobati luka yang kamu buat di hati Arutala?”
“Arutala cerita sama lo?”
“Arutala tidak pernah tidak bercerita pada saya.”
“Dia sampai hari ini gak mau angkat telepon gue.”
Banu meringis, “Gatra, saya pikir kamu cukup cerdas. Mungkin saja sedikit lagi kamu berhasil mendapatkan kembali hati Arutala. Namun kamu melakukan kesalahan fatal dengan menghadirkan ayahnya di hadapannya. Kamu membuat luka lama itu terbuka kembali.”
Gatra menghela napas dalam.
“Gue gak minta lo ngerti Nu. Tapi gue hanya ingin Arutala setidaknya, sekali, dalam hidupnya, mendengar penjelasan atas kehilangan yang melukai dia. Arutala bilang gue patah hati pertamanya. Salah. Patah hati pertamanya itu adalah ayah kandungnya. “Apa”nya. Dia dipenuhi kebencian sehingga menutup mata dari kebenaran. Kalau aja gue dikasih kesempatan untuk punya orang tua yang bisa gue rengkuh tiap waktu, gue rela menukarnya dengan apapun. Kalau Arutala bisa memberi kesempatan pada gue untuk menjelaskan, gue juga ingin dia mendengar penjelasan dari ayahnya. Urusan maaf itu belakangan.”
Banu tertegun. Dilihatnya sisi Gatra yang berbeda dari biasanya. Penjelasan Gatra membuat Banu paham bahwa mungkin pertemuan itu adalah tindakan yang tepat. Tapi memaksa Arutala berhadapan dengan lukanya tanpa persiapan juga menyakiti cewek itu. Diusapnya pelipisnya. Masalah ini pelik buat cewek yang dicintainya itu.