Salatiga, Agustus, 2018.
Musim kemarau di Kota Salatiga mulai memuncak. Panasnya memang tidak begitu menyengat, namun berhasil membuat baju orang-orang lengket oleh keringat. Tiupan angin sejuk mengurangi sedikit teriknya sinar sang mentari. Panas, namun tidak membuat sekelompok mahasiswa dari UKM LDK di jalanan Kota Salatiga menarik diri dari kebisingan kota, mereka masih giat melakukan penggalangan dana dan sejenak mengabaikan keringat tipis yang membuat baju mereka terasa tak nyaman.
Lampu merah menyala membuat mereka langsung turun ke garis zebra cross dengan membawa kardus yang sudah diberi tempelan ‘sumbangan untuk saudara kita di Lombok’ lengkap dengan gambaran kondisi bencana yang terjadi di Lombok, mereka mulai bergerak. Raihan dan beberapa kawan lainnya bertugas membagikan selebaran pada para pengendara yang kesal menunggu lampu merah. Beberapa orang antusias bertanya beberapa hal terkait sumbangan yang dikumpulkan, salah satunya adalah seorang bapak-bapak pengendara motor yang membawa gerobak jualan pempek di jok belakangnya. Dengan wajah ramah Ilham menjelaskan bahwa uang donasi yang dikumpulkan akan digabung dengan hasil donasi UKM lain, setelah terkumpul uang tersebut akan langsung dikirim kepada pihak penampungan donasi di Lombok.
Mendengar penjelasan Ilham, bapak penjual pempek pun tampak puas dan langsung merogoh sakunya, setelah itu tangannya keluar dari saku dengan terus menggenggam sesuatu, tampaknya ia benar-benar tidak membiarkan siapa pun mengetahui jumlah sumbangan yang diberikannya.
“Tangan kiri saya saja nggak boleh tahu, apalagi kalian,” ucapnya.
Raihan dan Ilham langsung tersenyum dan membungkukkan badan seraya mengucap terima kasih. Setelah itu, mereka berpindah pada pengendara yang lain.
Seorang kakek berkendara motor meminta Raihan mendekat, ada dua keranjang anyaman bambu besar di kedua sisi motornya, di dalam keranjangnya ada beberapa buah kelapa hijau. Diamatinya wajah sang kakek yang dipenuhi guratan prihatin. Si kakek meminta selebaran yang Raihan bagikan kemudian membaca keterangan yang tercantum di atasnya.
“Saya tidak punya uang, Nak. Saya hanya bisa bantu mendoakan semoga saudara-saudara kita yang tertimpa musibah, di mana pun itu, semoga senantiasa diberi perlindungan oleh Allah. Dan semoga adik dan teman-teman diberi limpahan kesehatan sehingga tetap bisa menjadi penghubung kebaikan ini,” ucapnya lirih dengan suara bergetar. Hati Raihan berdesir dan nyaris membuatnya menitikkan air mata.
“Aamiin. Matur suwun doanya, Mbah. Semoga Mbah juga diberi kesehatan oleh Allah,” timpal Raihan lirih.
“Aamiin.”
Lampu hijau menyala. Raihan dan kawan-kawan langsung menepi dan menunggu lampu merah selanjutnya. Dalam waktu menunggu Raihan tidak berhenti berzikir sembari merasai kembali kalimat-kalimat doa yang diucapkan orang-orang dermawan yang ikut bersimpati dengan nasib masyarakat Lombok yang terkena dampak gempa.
Ini hari ketiga LKD melakukan penggalangan dana. Dan ini bukan pertama kalinya Raihan dan Ilham turun jalan untuk melakukan penggalangan dana bagi saudara-saudara yang terdampak bencana, namun tetap saja Raihan terus merasakan desiran di dalam dadaku, nyeri, dan prihatin setiap membayangkan kepiluan yang ditanggung orang-orang yang terkena dampak bencana setiap melakukan kegiatan mulia ini.
Sepanjang kegiatan penggalangan dana ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana orang-orang tergerak hatinya untuk mengupayakan diri tetap membantu dan terlibat dalam kebaikan ini, ada yang membantu dengan uang yang mereka dapat dengan susah payah, ada juga yang membantu dengan doa-doa kebaikan, ada yang dengan senyuman ramah sembari menelungkupkan tangan di depan dada, ada juga yang tampak tak acuh ketika ia menyodorkan selebaran dan kotak sumbangan.
Di perempatan lampu merah ini Raihan dan kawan-kawan LDK bukan satu-satunya kelompok yang sadar dan peduli dengan nasib orang lain, mereka tidak sendirian. Penggalangan dilakukan di empat titik setiap lampu merah. Dalam kesempatan ini, UKM LDK berbagi lokasi dengan UKM Resimen Mahasiswa (Menwa). Mereka berbagi posisi, LDK di barat dan utara, sedangkan Menwa di timur dan selatan. Mereka memulai penggalangan dana sekitar pukul satu siang sampai jam setengah lima sore, bagi yang berkenan maka dipersilakan melakukan penggalangan sampai malam. Untuk pagi sampai siang sudah ada jadwal bagi UKM yang lain.
Titik penggalangan dilakukan hampir di semua lampu merah di Kota Salatiga, yang bergerak pun bukan hanya kawan-kawan UKM saja, ada juga kawan-kawan dari Organisasi Mahasiswa (Ormawa), Organisasi Daerah (Orda), dan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS). Masing-masing organisasi dan himpunan tentu saja memiliki banyak anggota karena terdiri dari banyak organisasi lain di dalamnya. Mereka semua berbagi tugas dan saling berlomba untuk melakukan kebaikan demi kesejahteraan seluruh umat. Sejauh ini, titik yang memberikan sumbangan terbanyak adalah area Jalan Baru Lingkar Selatan atau akrab disebut JB, tepat di depan kampus Raihan, terutama ketika hari Minggu, maka membludak pengunjung di pasar tiban JB.
Selain mahasiswa kampus Raihan, ada juga mahasiswa dari kampus lain yang melakukan hal sama di lingkungan kampus mereka masing-masing. Intinya, semua kalangan mahasiswa dengan beragam latar belakang organisasi dan kampus, semuanya turun ke jalan untuk bisa meringankan beban bagi para korban bencana.
“Kak, aku balik duluan ya, ada Bahtsul Masail di pondok,” ucap Raihan pada Ilham, senior sekaligus ketua LDK.
“Ya sudah, balik saja daripada kena takzir sama Ustadz Subhan,” timpal Ilham diakhiri tertawa kecil.
Raihan pun pamit pada kawan-kawan LKD, lalu menyalakan motor dan meninggalkan tempat penggalangan dana. Diliriknya jam tangan yang sudah menunjukkan pukul empat. Kegiatan Bahtsul Masail dimulai pukul setengah lima. Ia khawatir jika datang terlambat, karena itu akan membuat Mbah Kyai dan Ustadz Subhan marah besar, keduanya bahkan tidak akan mengizinkan Raihan mengikuti kegiatan UKM lagi jika ia tidak bisa membagi waktu antara kegiatan pondok, kegiatan kampus, dan kegiatan organisasi. Dan lagi, kegiatan Bahtsul Masail ini hanya dilakukan setiap dua minggu sekali di Sabtu pekan kedua dan keempat setiap bulan. Jadi, akan sangat rugi bagi santri yang tidak mengikuti kegiatan tersebut, dan Raihan tentu tidak ingin menjadi salah satu santri yang rugi itu.
Bukan hanya membuat marah Mbah Kyai dan Ustadz Subhan saja, Raihan juga akan mendapat teguran keras dari kakeknya yang tegas kalau berhubungan dengan kegiatan pondok, maklum, kakeknya yang paling keukeuh untuk menempatkan Raihan di pondok pesantren sebagai syarat kuliah.