Semot

Adi Kurniawan
Chapter #3

Cita Yang Dicetak

Rasa-rasanya malam ini kantuk sedang menjauh, ia enggan memberatkan sepasang pelupuk mataku bahkan untuk sedikit saja. Maksud hati ingin lelap tidur mempersiapkan diri, mengingat pagi nanti hari pertama pengenalan kampus, maklum saja sebagai mahasiswa baru wajar kalau mempunyai rasa takut karena datang terlambat. Baru hari pertama masuk sudah kena damprat kakak senior, jangan dululah nanti-nanti saja.

Namun sayang, mata ini rupanya tidak dapat diajak berkompromi untuk terpejam, barangkali ia sudah bosan hanya dipamerin mimpi-mimpi indah, hanya mimpi dan saat terbangun semua mimpi dengan cepatnya berlalu dan terlupakan. Hanya mengkerdap-kerdipkan mata dengan tubuh yang terbaring semacam mayat tetapi masih bernafas, seolah keadaanku ini berbanding terbalik dengan teman tidur disampingku ini. Suara dengkurannya menabuh kasar gendang telinga, mungkin ini adalah salah satu faktor yang membuat mata masih betah memandang langit-langit kamar.

Dari pada pikiran melalang yang tak jelas, terlebih disuguhi tontonan dari sebelah bagaimana jemari kanan dari kawanku sedang menelusup bebas ke dalam boxer sebelum memainkan burung yang mungkin tidur. Alangkah baiknya jika aku menyulut rokok terakhir yang dipunya, barangkali setelah ini mata sudah mau dimeremkan. Harapanku begitu besar kali ini untuk dapat tertidur dari pada nanti kesiangan dan dihukum oleh senior.

Pelan tetapi pasti asap merambat masuk melalui kerongkongan sebelum dengan lembut terhembus keluar dari kedua lubang hidung, nikmat tembakau mana yang didustakan. Memanglah ciptaan Tuhan selalu mempunyai manfaat bagi sesama makhluk.

“Terima kasih, atas nikmatnya tembakau malam ini.” Ujarku lirih sembari menyesap dalam-dalam asapnya.

Lihat selengkapnya