Berjalan dengan dia, sebenarnya tidak begitu buruk. Shinta merasa seolah dia menjadi pemeran utama setiap kali berada di dekatnya. Dia, cowok yang saat ini berjalan bersama Shinta menyusuri lorong kelas dan hendak menuju kantin.
Namanya Brian Keenan, sahabat shinta satu-satunya, cowok rese yang suka menggangu dan menjahili Shinta di manapun dan kapanpun. Dia tinggi, punya lesung pipi, berkulit putih, dan yah dia lumayan tampan menurut Shinta. Brian juga populer di sekolah ini, banyak cewek dari segala kalangan berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatiannya. Dari mulai kakak kelas, adik kelas, teman sebaya, dan bahkan si ibu kantin yang namanya Juminten juga suka genit setiap kali Brian lewat di depan warungnya.
"Bener ya lo jajanin gua, awas aja kalo boong!" kata Shinta sambil menunjukan genggaman tangannya yang kokoh. Kemudian dia menghempaskan tangan Brian, ketika cowok itu merangkul pundak dia dengan erat.
"Iya, iya." Brian hanya tersenyum dan mencubit pipi Shinta sebagai balasan. Selanjutnya dia berlari sambil meledek ke arah Shinta.
"Maryanto!"
"Awas ya lo!"
Shinta menghentakkan kaki dan kembali berjalan dengan tatapan bengis. Dia mengepalkan tangan dan mengumpulkan kekuatan kebencian, menunggu momen yang tepat untuk diberikan kepada cowok rese itu. Pada akhirnya, dia pun berjalan menuju kantin seorang diri.
Sesampainya di kantin, dia mengedarkan pandangannya dengan sengit. Seperti mencari musuh bebuyutan, ketika dia menemukan sosok yang dicari dia segera menghampiri cowok itu. Sementara itu, Brian yang sudah duduk di sudut kantin, melambaikan tangan dengan damai ke arah datangnya Shinta.
"Argh...."
Tak berselang lama rintihan terdengar dari Brian, ketika Shinta datang dan membalas cowok itu dengan cubitan di pahanya. Kemudian Shinta tersenyum dan bersikap seolah tidak melakukan kesalahan dan sibuk memainkan ponselnya. Di sisi lain, Brian yang berada disampingnya, menatap Shinta dengan pandangan tak percaya.