Senandika

Salsabila Octavia Ismail
Chapter #3

Bab 3

Waktu yang ku nanti akhirnya datang juga, waktu dan hari di mana penentuan pemenang naskah script cerita juga aku berharap ada peluang sedikit untukku memenangkan kompetisi paling berharga ini. Kompetisi yang sangat langka, sehingga aku harus mengikutsertakan naskah novelku dalam perlombaan. Aku ingin membuat hati Para Juri dan Para Produser terpikat oleh naskah yang kukirim, walaupun bukan menjadi yang pertama hal itu tidak masalah bagiku. Sebab berpartisipasi pada kompetisi ini hingga karyaku dapat dibaca oleh Para Juri sudah sangat bersyukur. Ini adalah langkah awal di mana aku harus membuktikan bahwa aku mampu. 

"Tidak peduli peduli harus menjadi pemenang dengan peringkat terakhir ataupun tidak sama sekali, ya Allah semoga apa yang aku lakukan sebagai arah jalan tujuan untuk merintis karir." Jantung ini berdebar lebih cepat dari biasanya, takut, resah, gelisah, gundah, semuanya menjadi satu bercampur baur sehingga apa yang aku rasakan saat ini tak dapat dideskripsikan. 

Setiap orang pasti pernah meraskan hal yang sama seperti ku, selama ini normal aku baik-baik saja. 

"Kabulkanlah permohonan ku Ya Allah, ku mohon padamu." selalu itu yang saat ini terucap, rasanya tidak ada hal lain yang kupinta selain memohon pertolongan-Nya. 

Aku tlah merampungkan naskah itu selama dua minggu berturut-turut dan harus merelakan acara drama yang seharusnya aku mengikuti tiap episode nya. Namun sayang karna harus lebih memprioritaskan naskah, drama pun harus tersingkirkan dan diduakan terlebih dahulu. Sebenarnya ada alasan kenapa aku sangat suka drama, kisahnya sangat menginspirasi untukku menciptakan cerita yang lebih menarik lagi dari sebelumnya. 

Ku tatap laptop tanpa mengalihkan pandangan sekalipun, tak ingin melewatkan satupun nama yang muncul saat ini adalah bukan salah satu pemenang nya. Rasa khawatir terus menyelimuti perasaan ini, berharap namaku tidak muncul saat ini. 

Ada banyak orang hingga dua ratus peserta ikut serta dalam kompetisi menulis ini, jadi cukup banyak saingan dan bisa jadi sainganku ini adalah mereka yang sudah lama memulai dunia menulis, lalu aku merupakan salah satu peserta termuda atau bis dikatakan pendatang baru. Tapi bukan berarti kendala itu menjadi penghalang ku untuk mengikutsertakan karya terbaikku, bisa saja jika memang hari ini adalah hari di mana keberuntungan ku datang maka kemenangan ini berpihak padaku. Seperti memangkan sebuah lotre, namun ini lebih menegangkan sekaligus menyenangkan. Aku hingga lupa pada salah satu sosok yang saat ini dengan setia menunggu, bahkan dia rela untuk tetap bungkam serta menanti waktunya untuk berbicara. Ku rasa dia sangat sabar dan ahli nya dalam menunggu bahkan dia harus memberikan kode untuk meminta persetujuan bicara padaku, namun belum saatnya. 

"(suara berdeham)" 

"Stop it! Aku perlu menunggu sebentar lagi ku mohon." ku acungkan telunjuk dibibirnya supaya lebih sabar lagi dan jangan dulu bicara. 

Nama-nama yang disebutkan di awali dari peringkat terakhir yang di mana artinya dia yang telah muncul namanya berarti belum bisa berhasil mencuri hati Para Juri, untung saja namaku tidak muncul di urutan pertama kali. Namun itu berarti aku harus lebih bersabar lagi dan berharap di urutan yang ke seratus ini bukanlah namaku. 

"Yes! Bukan aku." berseru lirih, akhirnya ternyata bukan namaku yang muncul di urutan ke seratus. Hal itu membuatku sedikit tenang dan berharap semoga bisa menembus hingga peringkat sepuluh. Saat aku berseru ternyata dia yang berada di sampingku ini cukup terkejut karna tiba-tiba aku berseru.

"Ada apa? Kau kalah? Hah, ada apa ayo katakan padaku." 

"Jangan khawatir aku masih aman, doa kan saja okay." jawabku. Jujur saja aku masih sangat takut, pandanganku masih saja tertuju pada daftar nama yang muncul di layar laptop ini, namun tiba-tiba layar handphone ku berbunyi. 

"ting.." Sepertinya ada notif pesan dari whatsapp, baiklah, menengok hp sebentar saja tidak masalah dan semoga aku tidak melewatkan nya.

"Adam, tolong pantau sebentar saja ya. Aku mau membalas pesan terlebih dahulu, ini dari doi. Terima kasih." saat ku lihat isi pesan darinya ternyata dia memberi kabar bahwa hari ini ada di Jakarta dan berniat akan berkunjung ke apartemen malam nanti. Kabar bahagia, sangat bahagia. Bagaimana tidak? Kami hanya bertemu ketika liburan semester saja, dan saat itulah antara kami berdua entah dia yang berkunjung serta pulang ke Indonesia atau aku yang mengunjungi nya di Inggris. Namun kedatangannya kali ini bukan karna liburam semester melainkan dirinya yang sengaja meliburkan diri entah apa itu alasannya, dia belum menceritakannya melalui pesan ini dan yang pasti dia tlah berjanji ketika tiba nanti akan menceritakan semuanya pada ku. 

Saat sedang asik berbincang sedikit melalui pesan tiba-tiba dia berseru bahwa akan ke toilet. 

"Ta, ini, kau pantau sendiri dulu. Aku akan toilet, kebelet nih gegara terlalu banyak minum. Okay, tunggu sebentar ya." sambil berdiri ia pun menyerah kan laptop ku. Saat ku letakan kembali handphone ke dalam tas dan melihat laptop kembali, betapa terkejut nya diriku saat terdapat sebuah nama di list bagian ke limapuluh, itu namaku. 

"Talia Embun."bergumam, membaca sebuah nama yang ternyata ada di posisi kelima puluh. Sedih, itu pasti, mataku terasa memanas dan bibir ini sudah lagi tidak dapat berkata apapun, rasanya seperti tahun lalu saat aku dinyatakan tidak lolos pada tahap wawancara untuk mendapatkan beasiswa menuju universitas di luar negeri, saat itu aku bersama dengan pacarku mendaftar beasiswa yang direkomendasikan oleh salah satu guru di smk. 

Pada saat itu, awalnya kami tenang dan senang karna di tahap pertama sama-sama dapat melewati tahap dan proses nya. Tes bersama dengan duduk bersandingan dan saling fokus pada lembar soal saat tes kemampuan akademik, saat hasilnya keluar ternyata kami berdua dinyatakan lolos seleksi. Itu adalah seleksi pertama untuk dapat bisa mendapatkan beasiswa full di universitas luar negeri, kami sangat senang tapi juga takut karna untuk selanjutnya pasti akan lebih sulit lagi. Tidak lupa untuk selalu berdoa di awal kegiatan juga bersyukur kala kita mendapatkan hasilnya, entah itu hasil yang bail ataupun kurang baik. Namun sejauh itu, satu bulan berjalan begitu saja, ujian nasional telah kita lewati bersama dengan baik dan juga lancar, serta belum ada kendala saat seleksi tahap awalan. 

Hingga pada akhirnya tiba saatnya di mana waktu seleksi tahap terakhir yang juga itu adalah penentuan apakah calon mahasiswa akan berhasil atau gugur. Saat seleksi tahap wawancara rasa yang kurasakan sungguh campur aduk hingga tak dapat diungkapkan dengan kata-kata karna benar-benar di luar dugaan. Ya, aku selalu gugup ketika bertemu dengan orang baru, jika dikatakan takut aku bukanlah seorang pemalu hanya saja kurang pandai dalam menempatkan diri pada dunia baru bahkan terhadap orang baru. Rasa tidak percaya diri itu hadir hingga membuat ku tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan lancar. 

Pada saat pengumuman, dugaanku benar, bahwa aku pasti akan gagal mendapatkan beasiswa itu hanya karna pada tahap terakhir tidak dapat melakukannya dengan baik. Kecewa, sangat kecewa pada diri sendiri hingga rasanya ingin sekali menghilang, dan juga malu. Malu kepada semua orang yang telah memberikan dukungan padaku namum pada akhirnya aku gagal dan membuat orang lain juga ikut kecewa sama seperti diriku. Mama yang saat itu sangat antusias bahkan sudah menyebarkan berita hingga saudara di Bali pun mendapatkan kabarnya. Kegagalan itu membuat Mama sangat marah dan malu katanya, sebab semua anggota sanak saudara telah beliau beri kabar bahwa aku sedang mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru di luar negeri, namun pada akhirnya ternyata aku gagal mendapatkan beasiswa itu. 

Cukup bagus jurusan yang akan ku ambil saat itu, yaitu Hubungan Internasional. Sebagai penyanyi dan model tentunya kedua kakakku tidak ingin mengambil jurusan yang ditentukan Mama, mereka lebih suka di layar kaca dan menyanyi seperti saudara kembar Tante Fitri yang kini tinggal luar negeri. Jadi akulah satu-satunya anak yang sangat diharapkan untuk dapat kuliah di jurusan itu, padahal Ayah tahu apa yang aku suka serta apa yang sedang aku perjuangkan. Sedangkan dalam hal menentukan masa depan anak, Ayahlah yang bisa di bilang peduli, memberikan semua kepercayaan itu pada anak-anak nya dan tidak akan mengekang anak untuk menjalani kehidupan dalam artian Ayah lah yang akan selalu mendukung apa pun pilihan anaknya. Namun jika Mama yang mengatakan hal itu, tidak ada yang berani melawan atau mencoba untuk menolak aturan yang beliau ciptakan sendiri. Tidak, Mama bukanlah orang jahat, hanya saja beliau kurang dekat dengan anak-anak nya karna selalu sibuk dengan apa yang dikerjakan hingga lupa akan memberikan perhatian lebih pada setiap anaknya, sebab setiap anak pastilah memiliki kebutuhan serta kehidupan nya masing-masing. 

Masih pada perasaan yang sama dengan satu tahun yang lalu, kegagalan ini entah untuk kesekian kalinya yang pasti aku pun tidak dapat lagi menghitung jumlah kegagalan yang kualami. Memang benar, aku lah anak yang kurang beruntung dan tidak seperti anak lainnya yang dengan mudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Naskah ku selalu saja ditolak oleh beberapa redaksi, ataupun penerbit, dan hingga masih banyak lagi media yang pernah ku coba. Semuanya gagal dan kini aku kembali gagal, seperti tidak ada gunanya hidup di dunia jika semua harapan yang aku ingin belum ada satupun yang terwujud. 

"Talia." panggilan itu cukup membantu ku tersadar. 

Lihat selengkapnya