Tali- tali melintang di atas kepala mereka, ujung- ujung pakaian yang di lampirkan di atas tali hampir menyentuh kepala ketika mereka berjalan di bawahnya, beberapa helai bahkan masih meneteskan air.
Tiara akhirnya mendapatkan sebuah kosan yang layak untuk mereka tinggali. Ruangan kamarnya seperti apartemen yang sangat minimalis. Sebaris sofa yang sederhana, terbuat dari kayu dan diberi alas bantalan kapuk, langsung menyambut ramah ketika Tiara membuka pintu wisma. Sebuah meja pendek diletakkan di depan sofa. Di samping sofa itu terlihat pintu berikutnya, pintu kamar tidur.
Kecil dan sederhana, namun bersih dan tertata rapih. Sempurna sebagai tempat tinggal sementara bagi dia dan anaknya. Demikian pikir Tiara.
Niat hati hanya sementara, namun kehidupan seperti ini akhirnya berlangsung bertahun- tahun.
Selama setengah tahun pertama di Ibukota Keira sama sekali tak punya kegiatan. Keira tidak bisa masuk sekolah. Tahun ajaran baru telah dimulai, dan dia terlambat mendaftar di sekolah.
Enam bulan, Keira menjadi peri rumah. Sekalipun ia tak pernah bertemu anak kecil seumurannya di sekitar wisma. Setiap hari dia hanya mengulang pelajaran yang dia dapatkan di tahun ajaran sebelumnya sambil menunggu Ibunya pulang.
Waktu yang berlalu sejak Ibunya meninggalkan rumah hingga pulang selepas senja selalu terasa amat panjang bagi Keira.