Kesempatan untuk menambah penghasilan datang ketika sebuah konveksi di dekat kosan menawarkan pekerjaan freelance. Pekerjaannya mudah, hanya memasangkan kancing pada kemeja yang telah selesai mereka jahit. Tiara langsung meraup kesempatan itu.
Sejak saat itu nyanyian semakin sering terdengar di dalam kamar kedua Ibu dan anak itu. Setelah makan malam, Tiara dan Keira duduk bersantai di depan kamar mereka. Bergumul dengan berbuntal- buntal kemeja puluhan potong setiap hari sambil menepuk nyamuk yang mengganggu.
Ketika yang satu mulai melantun, satunya lagi akan langsung mengikuti. Dan ketika lagu berakhir, selalu ada kekuatan baru di dalam diri mereka untuk melakukan lebih dari yang mereka inginkan sebelumnya. Mereka adalah keluarga kecil yang sederhana, cukup nyanyi bersama telah dapat membuat mereka berdua tertawa senang. Getaran nada di dalam vokal yang mereka teriakkan bersama seolah melambangkan kisah hidup mereka yang selalu bersama dalam susah maupun senang.
Menjahit kancing baju itu tidak susah, tidak butuh waktu lama bagi Keira untuk belajar dan ikut menyulam kancing. Meski mudah namun butuh kesabaran dan ketelitian. Di temani secangkir nyanyian, dua sendok obrolan ringan, dan satu toples canda tawa, acara menyulam kancing itu menjadi rutinitas baru yang selalu ditunggu- tunggu oleh Keira.
Namun rasa senang yang dirasakan oleh Keira berbanding terbalik dengan yang dirasakan oleh Tiara.
Memperhatikan anaknya yang setiap malam hanya duduk membantunya menyulam kancing membuat perasaannya mengharu biru. Pikiran bahwa masa kecilnya ternyata lebih indah dibandingkan masa kecil anaknya terasa menusuk hatinya. Membuat dia merasa gagal sebagai orang tua. Mata Tiara berkaca- kaca saat melihat anaknya semata wayang yang tidak pernah mengeluh.