Apa hubungannya antara niat hati dengan alam semesta?
Seperti seekor burung yang tidak pernah berniat meninggalkan sarangnya di atas pohon. Selama belum ada niat sayap burung itu hanya digunakan untuk terbang mencari makan di sekitar pohon, selain itu dia hanya berdiri di tepi sarang dengan sayap terlipat. Dan selama burung itu berdiri di samping sarang, yang ia lihat hanya sebatas jarak pandang dari sarangnya. Tertutup oleh dedaunan dan lebatnya pohon. Burung itu tahu mengenai batang pohon yang paling banyak ulat, ranting patah yang akan tumbuh tunas baru, atau liang di bawah pohon tempat kelinci bersarang.
Namun, dia tidak pernah tahu, bahwa jika ia beberapa kali mengepakkan sayap lebih banyak dari yang biasa dilakukan, menembus batas penglihatannya yang tertutup rimbun dedaunan, dia akan melihat hutan belantara. Yang akan membuat sebatang pohon tempat dia hidup bertahun- tahun terlihat amat kerdil.
Hanya dibutuhkan sebuah niat, maka burung itu akan terbang bebas menembus dinding penjara yang terbentuk oleh pikirannya sendiri.
Seperti itulah hubungan antara niat di dalam hati dengan alam semesta. Maka saat niat itu tercipta di dalam benak, alam semesta seperti menunjukkan jalan yang harus diambil untuk mewujudkan niat di dalam hati. Jalan yang ditunjukkan itu seringkali bukan jalan baru. Biasanya merupakan jalan yang telah lama ada, hanya saja tidak pernah diperhatikan karena tidak ada niat untuk mencari.
Persis seperti itulah yang sedang dialami Keira sekarang.
Kamar yang ditidurinya masih sama kecilnya. Namun pikirannya sekarang tidak lagi terkurung di dalam kamar. Dia mulai sering berkhayal, dan berawal dari khayalan dia mulai mencari tahu. Pikirannya yang dulu terpenjara oleh kata ‘tidak mungkin’ mulai liar berkelana. Semakin banyak mencari tahu, semakin banyak pula kemungkinan yang muncul di dalam kepalanya.
Seluruh panca indera seolah ikut mendukung untuk menangkap semua informasi yang berhubungan dengan nyanyi. Dulu Keira tak pernah peduli kalau mendengar sebuah lagu yang tak pernah ia dengar sebelumnya. Kalau sekarang beda, dia akan menyimak baik- baik. Dia mulai mengupas nada demi nada, menajamkan kuping untuk mendengar tarikan napas ataupun lengkingan sopran dari seorang penyanyi, memperhatikan bait demi bait lagu yang terdengar.
Kalau dulu dia hanya mau menyanyikan lagu yang dia suka, sekarang dia mulai berpikir untuk menyanyikan lagu yang disukai orang lain. Jam lima tepat selalu dia yang menyeret Mei untuk segera ke tempat Aldo. Dan tak peduli sudah ada pengiring atau tidak, dia akan mulai mengutak- atik kumpulan lagu milik Aldo. Kemudian mulai bersenandung pelan mencoba lagu demi lagu.
Benih mimpi yang ditaburkan oleh teman- temannya mulai bertunas, akarnya mulai menjalar dan merambat keseluruh sel tubuh Keira. Setiap apapun yang ia lakukan sekarang selalu berhubungan dengan nyanyian. Dan perlahan namun pasti, alam semesta seperti menjawab panggilan hatinya.
Ketika bakat bertemu dengan keinginan dan kerja keras, jalan takdir perlahan- lahan terbuka dan mengundang kesempatan untuk segera datang. Seperti magnet yang menghisap pasir besi di sekitarnya.
Di suatu hari yang kelihatannya akan berlangsung rutin seperti biasanya, dia langsung melihat mobil Aldo begitu melangkahkan kaki keluar dari gerbang sekolah. Matahari masih tinggi di atas kepala, sisa waktu menuju senja masih terlalu panjang. Agak heran dia berjalan perlahan mendekati mobil itu.
“Itu dia, Ra. Sini.” Mei melambaikan tangan seolah Keira tidak sedang menuju ke sana.
Heran, dan masih agak linglung setelah seharian direcoki dengan rumus matematika, dia berjalan mendekat. Dia tidak banyak berpikir ketika Mei langsung mencengkeram dan membawanya memasuki mobil. Seperti diculik, tapi mobil tidak pergi ke tempat lain, malah langsung di gas menuju ke kosan.
Masih setengah nanar, dia manut saja ketika Mei mendorong dia masuk ke kamar mandi dan menyuruh dia segera berganti pakaian.