Senandung Angin

rudy
Chapter #21

Bab 20 Pemegang Kunci

 

Keira duduk dengan kepala tertunduk di atas sofa yang sekarang terasa sangat besar. Dia duduk setengah meringkuk, seperti kuncup bunga yang tertunduk layu. Ruangan kantor itu sekarang terasa dingin dan lengang setelah ditinggalkan oleh teman- temannya.

 

“Keira, kamu baru kelas sebelas ya? Betul?” Tanya Pak Ginto.

 

Keira mengangguk.

 

“Dan kamu adalah yang paling muda di antara teman- teman mu. Benar?”

 

Keira kembali mengangguk.

 

“Luar biasa. Kamu yang paling muda, tapi kamulah yang akan menjadi ujung tombak band ini. Maaf aku sudah lupa lagi nama band kalian, tapi aku ingat nama kamu. Aku sengaja memanggil kamu untuk berbincang hanya berdua, karena ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan, yang sifatnya agak pribadi. Ini tidak bisa dihindari, karena seperti yang tadi aku katakan, di dunia hiburan ini hanya bermodalkan kemampuan tidak akan cukup. Kita membutuhkan sesuatu selain keindahan suaramu, yang dapat kita jadikan nilai jual.”

 

Pak Ginto berhenti sebentar dan menatap Keira lekat- lekat, memastikan bahwa Keira mendengarkan dan mengerti kata- katanya.

 

“Kau pernah dengar cerita mengenai Ayam goreng Suwari?” Pak Ginto bertanya kepada Keira. Pertanyaan yang sia- sia, karena tentu saja Keira menggeleng.

 

“Itu adalah rumah makan dengan menu ayam goreng yang lezat. Rumah makan itu sangat terkenal. Kalau kita ke tempat itu pada saat jam makan, kita beruntung kalau bisa duduk meskipun sudah pasti akan beradu sikut dengan pengunjung yang lain. Dan jangan harap bisa santai menyeruput es teh setelah selesai makan. Karena orang yang ngantri untuk mendapatkan tempat duduk akan melotot kalau melihat kita berlama- lama duduk setelah selesai makan. Meskipun demikian, tetap saja orang rela menunggu lama dan masuk ke rumah makan yang penuh sesak itu. Karena ayam gorengnya memang enak, dan lain dari yang lain.”

 

“Rumah makan yang sekarang demikian terkenal itu, menyimpan sebuah pelajaran marketing yang sangat efektif, yang jarang disadari orang lain. Rumah makan itu baru terkenal sekitar dua tahun yang lalu. Hanya sedikit orang yang tahu, bahwa sesungguhnya rumah makan itu sudah ada di sana selama enam tahun. Tempatnya sama, menunya sama, tukang masaknya sama, harganya pun sama. Tapi rumah makan itu harus bertahan selama empat tahun di bawah bayang- bayang kebangkrutan, sebelum akhirnya terkenal seperti sekarang. Kau tahu tidak, apa yang dilakukan si pemilik agar rumah makannya laku?”

 

Lihat selengkapnya