Pintu kamar Keira terbuka tepat saat Keira masih duduk di depan meja hias kamarnya. Ibunya masih terlihat di layar ponsel, dia menghentikan kata- katanya dan merasa heran mendengar pintu kamar yang dibuka.
Keira tertawa melihat kepala Ibunya mendekat dan matanya bergerak melirik ke kamera, seolah dengan cara demikian dia akan dapat melihat ke arah pintu.
“Nih, ini penyebabnya Mah.” Keira mengangkat ponsel dan menghadapkan ke pintu. Langsung terlihat Mei yang berjalan masuk dengan menggotong keyboardnya.
“ Loh ? Waduh, maap. Aku ganggu nggak nih ?” Mulutnya bertanya tapi langkah kakinya sama sekali tidak melambat.
“Itu Mei?” Ibunya bertanya dari seberang sana.
“ Iya. Ini yang namanya Mei. Mei, ini Ibu aku.”
“Halo Tante.” Mei menekuk tubuh dan menempatkan wajah tepat di samping Keira. Ini untuk pertama kalinya dia melihat wajah Tiara.
“Hai Mei. Keira sering cerita soal kamu.”
“Oh ya? Dia juga banyak cerita soal tante. Tante sekarang bisa nyanyi nggak?”
“Hah? Memangnya kenapa?”
“Soalnya Keira bilang suara Tante lebih bagus daripada dia. Makanya kita semua penasaran.”
Tiara tertawa geli hingga mengeluarkan air mata. Dia hanya mengibaskan tangan, suaranya tenggelam dalam tawa yang berderai.
Keira terpana, belum pernah melihat Ibunya tertawa seperti ini. Sayangnya tidak berlangsung lama. Beberapa detik kemudian terdengar suara panggilan seperti yang biasa ia dengar. Dalam bahasa yang tidak ia mengerti. Sambungan terputus beberapa saat kemudian setelah pamitan singkat yang terburu- buru. Bayangan tawa Ibunya yang berderai masih melekat di dalam pikiran, dia ingin lebih sering melihat Ibunya tertawa seperti itu.
“Ibu kamu ramah sekali.” Kata Mei.
“Mungkin dia cocok sama kamu. Aku gak pernah lihat dia tertawa seperti ini.” Suara tawa itu masih bergema dalam sanubarinya.
“Pasti cocok, dia kan Ibu kamu. Aura nya sama. Ayu kita ke tempat Aldo.”