Ruangan besar berkarpet merah itu penuh. Kursi- kursi yang berjejer tanpa meja terlihat seperti acara seminar, penuh sesak oleh peserta audisi yang duduk dan menggunakan cara masing- masing untuk meredam rasa tegang di dalam diri.
Seorang perempuan muda yang duduk tiga deret dari Keira berulang kali mengusap pipinya yang basah oleh air mata. Ibunya berusaha menenangkan dengan merangkul dan mengajaknya bicara, tersenyum lembut kepadanya dan tangan Ibunya berulang kali membelai rambut dan menggosok lembut bahu perempuan muda itu. Entah apa yang dikatakan oleh Ibunya, jarak Keira terlalu jauh untuk mencuri dengar.
Tak perlu mencuri dengar, senyum dan tatapan mata dari Ibunya sudah cukup untuk menyampaikan pesan, apapun yang terjadi perempuan itu tidak akan kehilangan kasih sayang Ibunya.
Tidak jauh dari tempat duduk Ibu dan anak itu, seorang pemuda yang tinggi menjulang, mengenakan jas coklat dengan topi ala iklan marlboro, wajahnya klimis dan tampan, berjalan hilir mudik di lorong yang terbentuk oleh deretan kursi. Kepalanya tertekuk ke bawah, memandangi lantai seperti sedang menghitung langkah kaki. Tangannya meremas- remas ujung jas coklatnya, mulutnya komat- kamit seperti sedang merapal doa. Atau mungkin sedang mengulang bait lagu yang akan ia nyanyikan.
Seorang gadis manis duduk di kursi yang menjadi titik tengah dari mondar mandirnya si pemuda itu, gadis itu tersenyum memperhatikan dia. Kemudian menjulurkan tangannya dan menangkap lengan si pemuda, tersenyum dengan manis dan menariknya untuk duduk. Tidak tahu apa perbincangan di antara mereka, namun sangat jelas terlihat getaran cinta dari pandangan mata si gadis. Apapun yang akan terjadi di atas panggung, gadis itu pasti akan tetap berada di sisinya.
TEEEETTT.
Seluruh peserta yang duduk di dalam aula menahan napas, semuanya memutar kepala dan memperhatikan sebuah televisi yang diletakkan menggantung di langit aula. Televisi itu menyiarkan yang sedang terjadi di atas panggung.
TEEETTT.
Tanda silang yang kedua menyala, merah terang seperti lidah api yang siap menghanguskan asa. Mimpi si peserta audisi sekarang hanya bergantung kepada sisa satu suara yang paling kiri, yang masih menyala hijau.
TEEETTT.
Bunyi yang ketiga bagaikan gunting yang memutuskan tali asa yang tersisa, mimpi si peserta audisi runtuh seiring dengan suara berdengung di seluruh aula yang menyesalkan tanda silang yang ketiga. Seluruh peserta yang masih menunggu giliran di dalam aula meneguk ludah, berusaha membasahi tenggorokan yang terasa kering. Menyadari bahwa hal semacam ini bisa saja terjadi kepada mereka.