Senandung Cinta di Tanah Terjajah

Qurrati Aini
Chapter #5

5. Menjaga Iman di Tengah Pergaulan

Dengan senyum ramah di wajahnya, Juragan Zakaria menatap Yahya, seolah ia melihat harapan di mata pemuda itu. “Kalian,” tunjuknya kepada para bawahannya. "Segera berikan pemuda ini pekerjaan yang layak."


Para bawahannya segera menganggukkan kepala mereka dan menunduk hormat. "Baik, Juragan. Kami akan melakukan sesuai perintahmu." Mereka menjawab dengan kaki gemetar dan wajah pucat karena sangat takut tindakan kasar mereka tadi kepada Yahya diketahui oleh juragan Zakaria. 


Mereka menebak Yahya memiliki hubungan khusus dengan juragan Zakaria.


Sementara itu, Yahya mengucapkan terima kasih seraya menunduk hormat. “Terima kasih, Tuan," katanya dengan hati berdebar penuh harap. Matanya melirik pelan ke arah para bawahan juragan Zakaria yang tadi memperlakukannya dengan sangat buruk dan sudah sempat menolak lamarannya. "Tuan, Sesungguhnya saya sudah melamar pekerjaan di sini, tetapi mereka …”


Belum sempat ia menyelesaikan penjelasannya, Ilyas, selaku ketua para bawahan, segera memotong ucapan Yahya, “iya, itu benar, juragan. Tuan Yahya sudah melamar kepada kami dan saat ini Kami sedang mendiskusikan pekerjaan yang layak untuknya.” Ilyas berkata sambil tersenyum. Suaranya terdengar tegas, berusaha menutupi ketakutannya.


Tentu saja pengakuan penuh dusta itu membuat Yahya tertegun dengan dahi mengernyit heran. Lekas dia melimpali, ingin menyampaikan hal yang sejujurnya kepada juragan Zakaria. “Tetapi Tuan Ilyas, bukankah tadi kalian …”


“Kamu bisa mengantarmu ke kandang kuda juragan Zakaria. Bukankah tadi kamu mengatakan bahwa kamu bisa mengendalikan kuda dengan baik?” Ilyas kembali memotong ucapan Yahya sembari bertanya dengan ekspresi ramah.


Saat ini Ilyas menelan ludahnya dengan susah payah, begitu takut akan dipecat oleh juragan Zakaria. Sementara itu, matanya menyiratkan ancaman, menembus langsung ke dalam mata Yahya seolah berkata, “Jangan sekali-kali mengadu kepada Juragan Zakaria tentang kami, atau kamu akan menyesal!”


Yahya menahan napas, merasa tidak suka oleh situasi ini. Namun, ia tak ingin memperpanjang masalah yang hanya akan memperburuk keadaan. “Aku berterima kasih kepada Tuan Zakaria atas perhatian yang diberikan,” katanya dengan penuh rasa hormat.


Juragan Zakaria mengangguk, tidak menyadari ketegangan yang melanda antara Yahya dan para bawahannya. “Baiklah, anakku. Jika kamu benar-benar ingin bekerja, segera buktikan dirimu.”


Setelah Juragan Zakaria meninggalkan mereka dan memasuki rumahnya yang megah, Yahya menatap Ilyas dan para bawahannya. “Lalu, pekerjaan apa yang bisa aku lakukan di sini?” tanyanya dengan nada tenang meski dalam hatinya bergetar penuh rasa penasaran.


Salah satu dari mereka, Dodi, yang tampak paling tua di antara mereka, menjawab dengan nada meremehkan, “Hmph! Tugasmu adalah mengganti sepatu kuda-kuda milik Juragan Zakaria. Jumlahnya ratusan, dan itu tidak mudah. Kamu yakin bisa?”


Yahya tersenyum, meskipun ada sedikit rasa gugup di dalam hatinya. “Alhamdulillah, saya sudah sering melakukan pekerjaan ini, karena sering membantu ayah angkat saya, Kyai Ahmad.”

Lihat selengkapnya