Senandung Cinta di Tanah Terjajah

Qurrati Aini
Chapter #7

7. Lamaran Sang Pendekar

Sore senja di desa Kyati membawa keindahan yang mendamaikan jiwa, tetapi bagi Musa, sang pendekar tak terkalahkan, itu adalah saat yang penuh makna. Dengan cermat, ia memeriksa bayangannya di cermin, memastikan setiap detail penampilannya sempurna. Pakaian pendekar yang dikenakannya berkilau lembut di bawah cahaya senja, dan pedang di selongsongnya seolah menanti untuk membela kehormatan.


Musa melangkah ke ruang tengah, di mana kedua istrinya, Sofi dan Zarqo, tengah bercengkerama. Dengan ekspresi serius, ia menghampiri mereka.


“Sayang-sayangku, ada sesuatu yang ingin kukatakan kepada kalian,” ucapnya tegas.


Sofi, wanita berambut panjang, menatap Musa dengan penuh perhatian. “Ada apa, Mas? Sepertinya kamu ingin membicarakan sesuatu yang serius.”


Zarqo menambahkan, “Apakah ini tentang urusan padepokanmu?”


“Lebih dari itu,” jawab Musa, menarik napas dalam-dalam. “Aku berkeinginan untuk menikah lagi. Hari ini, aku akan melamar Nafisah.”


Kedua istrinya terkejut, namun mata mereka bersinar dengan dukungan. Sofi berkata dengan lembut, “Jika itu yang kamu inginkan, kami akan mendukungmu. Nafisah adalah gadis yang baik.”


“Betul!” Zarqo setuju, “Dia berhak mendapatkan perlindungan dari seorang yang tangguh sepertimu.”


“Terima kasih, istriku,” Musa berkata penuh rasa syukur. “Semoga Allah memberkati langkahku ini.”


Dengan semangat baru, Musa bergegas keluar dari rumahnya, menyambut senja dengan langkah mantap. Sepanjang jalan, penduduk desa Kyati memandanginya dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu.


“Lihatlah Musa, pendekar hebat kita!” teriak seorang lelaki paruh baya, sambil menunjuk ke arah Musa. “Ada apa gerangan ia berpakaian seperti itu?”


“Musa mau pergi ke mana, ya?” bisik wanita tua di sebelahnya.


Namun, Musa yang tak sengaja mendengar ucapan wanita tua itu lantas dengan nada lugas langsung menjawab, “Aku hendak melamar Ning Nafisah!”


Pernyataan Musa yang sangat tegas itu sontak membuat semua orang tersentak kaget. Mereka tidak menyangka bahwa setelah Ibrahim yang maju melamar Ning Nafisah, ternyata Musa lah yang mengambil langkah berikutnya.


“Kira-kira lamarannya akan ditolak atau diterima ya?!” bisik seorang pemuda setelah Musa telah melangkah jauh dari pandangannya.


“Bisa jadi, setelah Tuan Ibrahim ditolak, kini Musa yang mengambil kesempatan!” jawab lelaki lainnya dengan bersemangat.


Kabar mengenai niat Musa pun menyebar cepat bagaikan angin. Di sepanjang jalan, mereka membicarakan sosoknya yang mengesankan dan penampilannya yang gagah.


“Dia adalah jawara silat tak terkalahkan!” seru seorang wanita. “Nafisah pasti akan dilindungi dengan baik!”


Lihat selengkapnya