Senandung Cinta di Tanah Terjajah

Qurrati Aini
Chapter #9

9. Cahaya Subuh dalam Luka

Di subuh yang dingin, Yahya tersentak bangun oleh panggilan azan yang menggema dari arah surau. Tubuhnya yang penuh luka terasa berat, namun panggilan itu menembus rasa sakit dan lelah. Dengan tertatih-tatih, ia bangkit, berusaha menahan rasa nyeri di setiap gerakan.


"Ya Allah, kuatkan hamba-Mu ini," rintihnya lirih sembari melangkah ke luar untuk mengambil wudhu.


Air yang dingin seakan membekukan, namun Yahya tetap berusaha menahan ringis nyeri dari lukanya. Langkahnya tertatih menuju surau kecil di desa Kyati, tempat ia biasa melaksanakan salat subuh berjamaah. Di sana, Jamaah mulai berkumpul dengan tenang, dan pandangan mereka tak terhindar dari sosok Yahya yang kondisinya sangat memprihatinkan.


Saat salat dimulai, suara Kyai Ahmad yang fasih dan merdu memimpin mereka semua. Bacaan ayat-ayat Al-Qur'an mengalun dalam kekhidmatan, membawa setiap hati terhanyut dalam ketenangan yang suci. Usai dzikir, para jamaah pun bertegur sapa. Namun, semua mata segera tertuju pada Yahya.


"Yahya, nak...," suara Kyai Ahmad memecah keheningan, penuh kelembutan dan perhatian. "Apa yang telah terjadi padamu hingga kondisimu menjadi sedemikian rupa?"


Yahya tersenyum lemah, hendak berbicara, namun Musa, gurunya, mendahului.


"Kyai," kata Musa dengan nada tegas, "kemarin dia telah dikeroyok oleh para bawahan Zakaria. Mereka memukulinya tanpa belas kasihan."


Keributan kecil terjadi di antara para Jamaah, wajah mereka menunjukkan rasa terkejut dan keprihatinan. Seseorang bertanya dengan ragu, "Tapi... mengapa bawahan juragan Zakaria berbuat seperti itu pada Yahya?"


Yahya, masih dalam kondisi yang lemah, mencoba menjelaskan. "Mereka tidak diperintah oleh Juragan Zakaria, para Tuan-Tuan sekalian," katanya pelan. "Mereka hanya ... dengki padaku karena aku ini hanya pekerja baru, tetapi diberi perlakuan istimewa oleh Juragan. Mereka merasa aku bukan siapa-siapa, dan tak pantas untuk diistimewakan."


Kyai Ahmad mengangguk perlahan, wajahnya berkerut dalam keprihatinan. "Yahya, sabarlah, Nak. Jangan biarkan dendam meracuni hatimu. Allah pasti bersama orang-orang yang terzalimi."


Di saat yang sama, juragan Zakaria, yang ternyata ikut berjamaah, memandang Yahya dengan penuh sesal. Ia bangkit dan menatap para jamaah. "Kalian semua menjadi saksi. Aku bersumpah, semua bawahan yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Yahya akan aku pecat. Aku tak akan tinggal diam!"


Para Jamaah terdiam, menyerap ketegasan dalam kata-kata juragan Zakaria. Yahya mengangguk dalam terima kasih, "Terima kasih, Juragan."


Lihat selengkapnya