Senandung Cinta di Tanah Terjajah

Qurrati Aini
Chapter #20

20. Persengkokolan di Tengah Malam

Di bawah cahaya bulan yang pucat, tenda-tenda tentara kolonial berbaris rapi di sekeliling medan, sementara di tengah-tengahnya tampaklah Abbe, sang komandan pasukan tentara Belanda, yang tengah merancang strategi bersama perwira-perwiranya. Mereka terlihat gusar, wajah mereka tegang. Semua jalan menuju desa Kyati terhalang oleh parit yang dalam, sebuah jebakan cerdas dari penduduk desa yang membuat mereka kewalahan.


“Parit itu ... Kita tidak bisa sekadar melompatinya,” gumam Abbe sembari mengelus dagunya yang ditumbuhi jambang tipis. “Lalu, bagaimana caranya kita masuk?”


Seorang perwira berdiri. “Tuan, kita bisa mencoba memanjatnya dengan tali atau menutupinya dengan tanah.”


Namun, Abbe menggeleng. “Butuh waktu lama untuk itu, dan kita akan menjadi sasaran empuk pasukan panah mereka.”


Di tengah perdebatan sengit itu, Ki Amru—seorang pria pribumi yang sejak lama bersekutu dengan pihak kolonial—melangkah maju. “Maafkan hamba, Tuan. Ada satu jalan lain untuk masuk.”


“Apakah benar demikian, Ki Amru?” Abbe menatapnya dengan kau terkejut. Namun, demikian tentu saja dia sangat berharap hal itu benar adanya.


“Benar, Tuan,” jawab Ki Amru, suaranya mantap. “Di ujung timur parit itu, terdapat sebuah gerbang yang mengarah ke padepokan saya. Gerbang itu kuat dan kokoh. Kamu bisa bernegosiasi dengan murid-muridku yang ada di sana untuk membukanya.”


Abbe tersenyum lebar mendengar kabar tersebut. Matanya berbinar seolah baru saja mendapatkan harta karun. Akhirnya ada jalan untuknya melanjutkan misinya untuk membumihanguskan desa Kyati!


“Bagus, bagus! Jika demikian, kita bisa menerobos dari sana!”


Ki Amru mengangguk, lalu melanjutkan, “Agar pasukan di desa Kyati itu tidak curiga, izinkan aku membuat pengalihan. Hamba akan menantang salah satu dari mereka untuk bertarung satu lawan satu. Dengan itu, perhatian mereka akan tertuju pada saya, sementara pasukan Tuan bisa menyusup melalui gerbang itu.”


Abbe terkekeh puas, lalu menepuk bahu Ki Amru. “Hebat sekali rencanamu, Ki Amru. Pantaslah engkau dijuluki sebagai kawan terbaik Belanda.”


Para perwira lainnya mengangguk penuh persetujuan, sementara Abbe segera memberikan perintah kepada seorang veteran untuk bergegas menuju ujung timur parit dan memulai negosiasi dengan para murid Ki Amru di sana.


Lihat selengkapnya