Menyebalkan.
Satu kata yang menggambarkan keadaan perempuan berseragam putih abu - abu yang sedang duduk di bangku taman sekolah dengan wajah yang tak sedap dipandang itu tidak berhenti menggerutu melalui bibir imutnya. Dia memang benar - benar tidak bisa beradaptasi di tempat barunya.
'Bandung? yang benar saja'
Matanya menangkap sosok seorang laki - laki tegap yang sedang berjalan di koridor dengan buku di genggaman tangannya. Kemudian perempuan itu mendengus pelan.
Matanya beralih ke perempuan - perempuan di sepanjang koridor yang menjerit tertahan dengan ekspresi seperti menahan berak saat laki - laki itu lewat di depan mata mereka. Ketika melihat lelaki ini mengingatkan dia tentang kejadian yang tak pernah ia harapkan akan terjadi di dalam hidupnya.
Lalisa Ayunda, biasa dipanggil Lisa. Perempuan dengan rambut lurus sepinggang dengan poni yang menambah keimutannya itu tidak pernah tersenyum semenjak dia menginjakkan kakinya di kota ini. Ia terpaksa dipindahkan oleh ayahnya ke sekolah baru karena Lisa tidak lulus di sekolah lamanya, jadi dia harus mengulang kembali satu tahun kelas dua belasnya.
Jangan tanya bagaimana reaksi orang tua Lisa saat tahu bahwa dia tidak lulus. Perempuan blasteran Indo-Korea ini dimarahi habis - habisan oleh orangtuanya hingga tak bersisa jiwa dan raganya.
Kenapa dia bisa tidak lulus sekolah ? Jangan tanya, Lisa sendiri bahkan tidak tahu. Sebanyak dan selama apa pun dia berpikir apa yang salah dengan dirinya, itu akan berakhir dengan pernyataan mungkin ini sudah nasib.
Ada masalah dengan otaknya? tidak, otak Lisa baik - baik saja.
Dan disinilah dia sekarang. Di rumah kerabat ayahnya di Bandung dan disekolahkan di salah satu sekolah negri.
Mengerikan.
Kesan pertama Lisa saat melihat sekolah barunya di hari pertamanya masuk. Dia bahkan tidak bisa mengerjapkan matanya walau ada badai debu menerjang pun, bahkan mulut mungilnya terbuka menganga yang tak akan menutup sampai lalat masuk. Bagaimana tidak, semua siswanya berpakaian sangat rapi, dan hampir semua siswa disini memakai kacamata. Dia juga sama sekali tidak melihat perempuan - perempuan yang berseragam ketat, yang sangat berbeda di sekolah lamanya. Bukankah itu adalah hal yang baik ? tentu saja. Tetapi, bagi Lisa itu adalah hal yang tidak biasa.
Oh, pernah satu kali Lisa izin ke toilet saat jam pelajaran berlangsung dan sekolah itu seperti beralih fungsi menjadi kuburan. Sepi beut. Hanya terdengar nyanyian merdu para guru dan murid - muridnya yang dengan khusyuk mendengarkan. Tidak ada anak laki - laki yang duduk di depan kelas seperti di sekolah lamanya, atau sekedar keluar untuk membeli jajan di kantin. Tidak ada sama sekali. Dan hal itu masih membuat Lisa geleng - geleng sampai saat ini, seminggu lebih setelah kepindahannya.
Mungkin Dewi Fortuna memang tidak berpihak padanya. Ternyata kerabat ayahnya yang sementara menampung dirinya memiliki anak laki - laki yang juga sedang duduk di kelas duabelas , sama seperti dirinya.
Cih, yang benar saja.