Juna, memperbaiki resleting jaketnya yang terbuka dan melanjutkan joggingnya di hari Minggu pagi yang cerah.
Dia terus berlari tanpa menghiraukan peluh yang berjatuhan memberi kesan sexy pada Juna dan tidak mengindahkan pandangan para kaum hawa yang berolahraga juga di sana menatapnya dengan pandangan kagum.
Oh jangan salah, pesona seorang Juna Anggara memang tidak bisa ditolak.
Alun - alun di Bandung memang sangat ramai, apalagi di hari Minggu ini. Banyak para pedagang yang berjualan beraneka makanan, orang tua yang mengajak anak - anaknya bermain, sepasang kekasih yang sedang berpacaran ataupun orang yang sedang berolahraga seperti Juna.
Baik pagi maupun sore, tempat ini akan selalu ramai.
Jarak alun - alun dari rumah Juna juga tidak begitu jauh, jadi Juna sering ke sana jika dia ingin menghilangkan bosan atau menguras keringatnya dengan jogging.
Setelah agak lelah mengelilingi setiap sudut alun - alun, Juna berhenti sejenak dan duduk di bangku yang kebetulan berada di sampingnya.
Drrrtt
Tiba - tiba hp yang ada di saku trainingnya bergetar, dia mengambilnya dan membaca sebuah pesan yang masuk yang ternyata dari mamanya.
[Juna, mama lagi keluar sama papa ke rumah Tante Fitri yang baru pulang dari luar negri. Kamu jaga rumah ya, jangan lupa belikan makanan buat Lisa. Mama belum buat sarapan soalnya. Jangan lupa juga kasih makan Lulu.]
Juna membaca pesan itu dengan muka datar lalu mengembalikan lagi hpnya ke dalam saku.
'Hah, menyusahkan.'
'Membeli makan untuk perempuan itu? Yang benar saja'
Kalau dia disuruh untuk memberi makan Lulu, kucingnya, dia sih mau saja. Tapi membelikan makan untuk Lisa? Dia hanya pasrah menerima. Padahal Juna ogah.
Entah mengapa saat bertemu dengan Lisa, membuat anggapan bahwa perempuan itu adalah pengganggu memang benar.
Juna menganggap bahwa semua perempuan adalah pengganggu karena mereka sangat berisik apalagi dengan parfum mereka yang semerbak, itu membuat dia mual. Kecuali untuk mamanya tentunya.
Oh, ditambah Om Aska, papa Lisa memberi amanah padanya untuk membantu Lisa belajar. Setidaknya sampai dia lulus, syukur - syukur kalau perempuan ibukota itu dapat ranking. Tapi menurut Juna itu tidak akan mungkin.
Bukannya apa, memangnya ada zaman sekarang perempuan yang tidak bisa apa - apa seperti Lisa di dunia ini yang membuat ia menggelengkan kepala.
Oh ayolah, tidak lulus sekolah?
Apakah dia sebodoh itu?
Bukannya dia mengejek bagaimana kapasitas otak Lisa, tapi setidaknya jika tidak pintar harusnya dia tidak sampai tidak lulus sekolah. Dan menurut Juna, seharusnya ada tipe perempuan sempurna. Tapi tidak ada yang sempurna di dunia ini, kecuali Tuhan.
Tapi 'sempurna' yang dimaksud Juna adalah sempurna dalam konteks yang berbeda. Dan dalam hidup Juna, perempuan yang sempurna menurut dia adalah hanya mama dan .... dia.
Dia yang pernah singgah di hatinya. Meninggalkan luka dan duka yang entah kapan rasa sakitnya kan reda.
***