Senandung Rindu Seroja Timur

Yona Elia Pratiwi
Chapter #1

Bab 1. Pembantaian

Wira melangkahkan kaki dengan santai melewati pinggir sawah menuju sebuah warung tempat ia akan menemui Pardi temannya. Wira sudah memutuskan untuk mengikuti saran Pardi masuk ke organisasi partai. 

Dari jauh Wira melihat Pardi yang melambaikan tangan ke arahnya. Bergegas pria berusia dua puluh tahunan itu mempercepat langkah menuju ke arah Pardi.

"Pengantin baru ini." Pardi beranjak dari tempatnya dan berjalan mendekat kepada Wira yang tiba dengan nafas terengah, Pardi segera mengiring Wira untuk mendekat dan berkumpul dengan teman seperjuangannya. Kedua sahabat itu terlihat akrab berjalan menuju gazebo.

Wira menggeser tubuhnya dan duduk di sebelah Pardi. 

Pardi segera meminta pemilik warung untuk menyediakan kopi dan jajanan untuk Wira. Warung kopi ini memang selalu ramai oleh pembeli saat pagi seperti ini. Itu karena selain kopi, mbak Yati pemilik warung, juga menyediakan gorengan dan sarapan untuk warga.

"Kamu juga termasuk pengantin baru lho," ucap Wira sambil mengambil gorengan dan memasukkan satu ke dalam mulutnya.

“Masih baru kamu… baru semalam… hehe..” Pardi terkekeh sembari menepuk pundak Wira. 

“Iya juga ya. Tapi ini ngomong-ngomong kenapa pada kumpul di sini?” tanya Wira sambil mengedarkan pandangan.

“Kamu belum tahu rupanya. Pardi lagi banyak duit, sengaja dia mentraktir kita,” ucap seorang pria berpakaian lurik.

“Eh, berarti jadi dong ya.” Wira menepuk pundak Pardi sambil tersenyum.

“Jadi dong. Nih lihat!” Pardi menunjukkan puluhan lembar uang sebesar 50 rupiah bergambar seorang jendral, membuat Wira menggeleng kepala dengan takjub.

“Aku kemarin ikut tes masuk tapi gagal,” ucap Paijo dengan datar.

“Kalau Wira pasti masuk soalnya otaknya encer dia.” Pardi menepuk-nepuk pundak Wira dan menariknya untuk duduk lebih dekat dengannya.

“Apa tawaranmu kemarin masih berlaku?” tanya Wira.

“Masih dong. Kalau kau berminat, besok ikut saja berkumpul, di rumah juragan.” Pardi beranjak dari duduknya dan memberikan lembaran uang kepada Yati.

“Total, Yat,” ucap Pardi.

Wanita dengan pakaian kebaya encim itu segera menjumlahkan semuanya. 

“Sisanya simpan saja, kalau ada yang mau tambah!” Pardi langsung berlalu pergi setelah memberikan sejumlah uang kepada pemilik warung.

“Lha, aku baru datang dia sudah pergi,” gerutu Wira.

“Biarkan saja, biasanya juga begitu. Aku tak menyangka kalau Pardi sampai mentraktir kita, hampir tiap hari lho. Sepertinya masuk organisasi, hasilnya boleh juga.” Paijo membuka pembicaraan panas di warung milik Yati.

“Alhamdulillah punya teman loyal, aku kan jadi ikut senang kalau warungku rame.” Yati mulai bersiap untuk menutup warungnya.

“Lho kok sudah tutup, Mbak? Itu masih ada ketan dan gorengan?” tanya Wira.

“Ini nanti aku bungkus buat yang mau bawa pulang.” Yati mulai membungkus ketan dan gorengan dalam kantong plastik.

“Boleh ini dibawa pulang?” Wira terlihat senang sambil melihat kepada Yati yang sibuk membungkus gorengan dan ketan.

“Bawa saja.”

Wira dengan cepat mengambil bungkusan dari tangan Yati.

Lihat selengkapnya