Wira melangkah santai menyusuri pinggir sawah yang dipenuhi hamparan padi menghijau. Hembusan angin membuat daun-daun padi bergoyang pelan, seakan ikut menyambut langkahnya. Pagi itu, ia menuju warung sederhana di pinggir desa, tempat ia akan bertemu dengan Pardi, sahabatnya yang selalu punya cara untuk mengisi keseharian dengan cerita-cerita menarik. Sudah bulat tekad Wira mengikuti saran Pardi untuk bergabung dalam organisasi partai. Ia percaya, Pardi tidak akan memberi saran yang sembarangan.
Dari kejauhan, Wira melihat Pardi yang sedang berdiri sambil melambai-lambaikan tangan ke arahnya dengan semangat. Tanpa sadar, Wira mempercepat langkahnya. “Pardi benar-benar bisa membuat suasana jadi hidup,” pikirnya sambil tersenyum kecil. Pria berusia dua puluhan itu berjalan semakin cepat, merasakan semangat yang Pardi bawa bahkan dari kejauhan. Pagi itu, sinar matahari mulai memanasi wajahnya, tetapi tidak mengurangi semangatnya untuk bertemu dengan sahabatnya.
"Pengantin baru ini," sapa Pardi sambil tertawa, menghampiri Wira yang sudah tiba dengan napas terengah. “Bisa-bisanya kau menyempatkan datang, meski pasti istrimu baru saja melepasmu,” canda Pardi sambil menepuk-nepuk bahu Wira. Wira hanya terkekeh, lalu membalas, “Kau ini, Pardi. Memangnya tidak boleh istri sebentar kutinggal?” Mereka tertawa bersama, menyadari betapa cepatnya hidup berubah sejak mereka menikah. Setelah itu, Pardi membimbing Wira untuk duduk bersama teman-teman lainnya yang sudah berkumpul di sebuah gazebo kecil di dekat warung.
Keduanya duduk berdampingan sambil mengobrol santai, dan Pardi langsung memesan kopi serta gorengan untuk Wira. Sambil menunggu pesanan, Wira melirik teman-teman Pardi yang terlihat asyik berbicara tentang rencana-rencana besar mereka. Pardi melirik Wira dan tersenyum, “Nah, sudah siap masuk ke dunia politik?” Wira mengangguk mantap, “Sudah lama aku ingin punya tempat untuk berbuat lebih bagi desa. Semoga saja ini jalannya.” Ucapan Wira disambut tepuk tangan kecil dari para teman mereka yang ada di situ.
Wira duduk di sebelah Pardi, merasakan suasana akrab yang selalu ada setiap mereka bertemu. Pardi langsung memesan kopi dan aneka jajanan untuknya, sambil tersenyum lebar. Warung kopi milik Mbak Yati itu memang selalu ramai di pagi hari, karena tak hanya kopi yang disajikan, tetapi juga aneka gorengan dan sarapan sederhana yang selalu menjadi favorit warga. Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan wangi gorengan yang baru diangkat dari penggorengan, menyambut siapa pun yang datang. Mbak Yati sendiri, wanita paruh baya yang ramah dan cekatan, melayani pelanggan dengan sigap, sesekali tersenyum kepada Wira dan Pardi.