Senandung Rindu Seroja Timur

Yona Elia Pratiwi
Chapter #2

Bab 2. Seroja Timur

“Mursiyam?” Wira mengalihkan pandangan ke arah istri Pardi. 

Mata Mursiyam terlihat memerah karena tangis. Wira kembali mengedarkan pandangan ke arah tubuh sang eksekutor yang tergeletak tak berdaya.

“Sepertinya dia sudah mati. Kita harus segera pergi.” Wira menarik tangan Mursiyam supaya mengikutinya.

Namun Mursiyam melepas cekalan tangan Wira dengan kasar.

“Lebih baik aku mati daripada tidak mendapati mas Pardi ada di sampingku!”

Wira sejenak terhenyak, netranya menatap Mursiyam dengan sendu.

“Tidak hanya kamu. Aku juga kehilangan istriku,” lirih Wira.

“Yatminten meninggal?” 

Mursiyam menatap nanar kepada Wira. Pria itu mengangguk sambil menahan tangis.

“Kita harus melanjutkan hidup, Yam. Aku tidak akan memaafkan diriku kalau sampai terjadi sesuatu kepada istri sahabatku!”

Wira mulai terisak. Bulir bening membasahi kedua pelupuk matanya. 

Mursiyam tak kalah sendu. Wanita itu menangisi suaminya karena terus teringat bagaimana Pardi dieksekusi mati di depan matanya. Saat itu, Pardi yang akan dieksekusi menatap Mursiyam seolah mengucapkan selamat tinggal dan meminta Mursiyam untuk tetap melanjutkan hidup.

“Mas Pardi,” lirih Mursiyam sambil tertunduk. Bulir bening terus keluar dari kedua pelupuk matanya. 

“Kita pergi, Yam.” Kembali Wira menggandeng lengan Mursiyam untuk segera beranjak.

Wira dan Mursiyam menyembunyikan tubuh di antara tumpukan mayat saat pintu di buka. Sampai tidak terdengar suara orang di luar pintu barulah keduanya beranjak pergi dengan mengendap.

Wira melewati belakang rumah tempat eksekusi dan menerobos halaman belakang rumah juragan Suryo.

“Kalau kita melewati ini, kita pasti akan selamat sebab jalan ini terhubung dengan hutan menuju kota,” ucap Wira.

“Kita akan ke kota?” Tanya Mursiyam.

“Iya. Aku memiliki kenalan di sana, dia akan membantuku mendapatkan pekerjaan.”

—-

Seorang wanita cantik dengan rambut panjang terurai, berjalan tertatih di bawah todongan senjata beberapa orang pria yang membawanya.

“Wanita ini cantik sekali. Aku yakin kalau kita menjualnya di kota. Pasti kita akan mendapat uang banyak hahahaha!” seorang pria terus menyeret wanita cantik itu dan membawanya masuk ke dalam mobil.

Wanita cantik itu menatap datar ke arah pria-pria yang membawanya. Seperti pasrah akan nasibnya, wanita itu sesekali menghela nafas dan melihat keluar mobil dengan kondisi tangan diborgol.

Sampai beberapa jam perjalanan, mobil yang membawa si wanita cantik berhenti di sebuah rumah gedung yang besar.

Seorang pria berkacamata berumur sekitar empat puluh tahun menatap kepada sekumpulan pria yang membawa si wanita.

“Bos! Kami membawa barang bagus!” Pria bersenjata menyodorkan si wanita kepada pria berkacamata, membuat pria yang dipanggil bos itu mengamati wanita cantik dari atas sampai bawah.

Lihat selengkapnya