Senandung Rindu Seroja Timur

Yona Elia Pratiwi
Chapter #3

Bab 3. Awal Yang Baru

“Sudah aku katakan kalau wanita ini adikku?” Wira menghempas tangan wanita tua dan beranjak hendak mengajak Mursiyam pergi.

Namun Mursiyam melepas cekalan Wira dan berjalan dengan meraba.

Si wanita tua melihat kepada Mursiyam dengan tatapan menyelidik.

“Kenapa dengan adikmu? Dan apa yang kalian lakukan di gubukku?” 

Mursiyam berjalan sambil mengulurkan tangan untuk meraba apa yang ada di hadapannya.

“Saya Mursiyam, saya tidak bisa melihat. Pria yang bersamaku adalah sahabat baik almarhum suami, kami terperangkap dalam situasi sulit yang membuat kami harus meninggalkan tempat tinggal kami dan terpaksa berada di sini,” ucap Mursiyam terus terang.

Si wanita tua menatap kesal kepada Wira.

“Berarti pria ini pembohong!” 

“Maaf, takutnya ibu salah paham makanya saya...”

“Tidak ada alasan, semua pria memang sama saja! Pembohong! Satu lagi, saya bukan ibumu panggil saya Ndoro Ruminah!” Wanita tua itu mendelik dan memotong ucapan Wira.

“Inggih, Ndoro,” balas Wira sambil tersenyum dan menangkupkan kedua tangannya.

“Ndoro, apa anda bisa menampung kami sementara? Jujur kami baru akan mencari kerjaan di kota,” ucap Mursiyam.

Wira tersentak mendengar perkataan terus terang Mursiyam dan mendekatkan dirinya kapada janda sahabatnya itu.

“Kamu yakin minta kerjaan sama nenek menyeramkan ini?” bisik Wira.

“Tidak usah berbisi! Suaramu tetap berisik, membuatku yang mendengarnya jadi terusik.” Wanita tua itu memiringkan kepala untuk mendengar ucapan Wira, sambil meletakkan satu tangan pada telinganya seperti sedang menguping.

“Jujur saja kami pergi tanpa membawa apapun, tujuan kami adalah pergi ke kota untuk mencari pekerjaan.” 

Lagi-lagi ucapan terus terang Mursiyam membuat Wira menjadi gusar.

“Baiklah aku akan menolong kalian! Tapi tidak dengan gratis, sebab hidup realistis. Aku akan memberikan kalian tempat tinggal sementara dan pekerjaan, sampai kalian bisa mengumpulkan uang untuk pergi ke kota.”

Ucapan nyonya Ruminah membuat Wira dan Mursiyam tersenyum senang.

Tanpa Wira sadari, cucu Ruminah mendengar suara perutnya yang keroncongan.

“Mbak, omnya lapal.” Si bocah menunjuk kepada Wira. 

Wira yang kesal berusaha menahan diri untuk tidak menjewer bocah yang sudah mengerjainya.

“Jadi kapan kami mulai bekerja? Dan kira-kira pekerjaannya apa ya?” tanya Wira untuk menutupi rasa malunya.

“Sekarang lah! Nanti kamu bekerja di penggilingan padi milik suami saya, kamu nanti saya kasih tugas tambahan mengawasi suami saya. Ayo ikut saya! Kita ke tempat Tuan.” Ruminah segera beranjak sambil menggandeng tangan cucunya.

Wira dan Mursiyam mengiringi langkah Ruminah di belakangnya, sesaat setelah wanita tua itu menutup pintu.

“Nyah, sebenarnya gubuk itu buat apa toh?” tanya Wira saat mereka berjalan menuju tempat suami Ruminah.

Lihat selengkapnya