Senandung-senandung cinta

Zainur Rifky
Chapter #1

Prolog

“Pak Sarjito. Keluar!” Andi yang dikuasai oleh amarah menggedor rumah itu dengan begitu kasar. Sarjito sendiri yang mendengar Andi yang datang dengan nada tinggi langsung membukakan pintu sambil menahan rasa takut yang selama ini selalu mengintai kehidupannya.

Tanpa aba-aba, setelah pintu itu terbuka Andi menghajarnya secara membabi-buta. Kata-kata pedas juga dia layangkan pada lelaki yang sudah lama akrab dengan dirinya. Dia tak pernah menyangka jika semua yang terjadi dengan mendiang umminya tercinta ada kaitannya dengan lelaki yang satu ini.

“Kau apakan mendiang ummi Hanum? Kenapa kau tega menginjak harkat dan martabat seorang wanita? Semurah itu kah harga seorang wanita dalam pandanganmu?” Sarjito sendiri tak berani melawan. Amarah lelaki muda yang sedang dia hadapi bukanlah amarah yang main-main.

“Andi, tolong hentikan semua ini Sayang! Jangan berbuat seperti ini pada guru kamu sendiri!” Laila sendiri memegang tubuh Andi agar tak terus-menerus untuk menghajar Sarjito yang sepertinya sudah cukup kesakitan dengan apa yang Andi lakukan.

“Aku tidak peduli siapa dia Ummi Laila. Bagaimanapun, mendiang Ummi Hanum harus mendapatkan keadilan. Gara-gara dia mendiang Umi harus mendapatkan cemoohan yang tidak-tidak. Aku sendiri terus-menerus diberi julukan anak haram. Itu menyakitkan buatku Ummi. Itu semua menyakitkan. Ummi Laila ngerti kan apa yang selama ini aku alami?” Andi sendiri terus meluapkan amarah itu pada Sarjito. Mengingat semua cerita yang diberikan oleh Bahtiar dan Fatimah, dia sendiri menelan kekecewaan berat dan amarah yang menggebu-gebu terkait apa yang terjadi pada dirinya juga mendiang Ummi.

“Andi, kau membela almarhumah atau Fina?” Laila sendiri yang terus-menerus mencegah Andi berbuat hal yang tak pantas ini langsung mengeluarkan pertanyaan itu. Sontak Andi sendiri semakin marah dengan pertanyaan yang dilemparkan oleh Laila.

“Apa tyang Ummi Laila tanyakan? Apakah pantas seseorang berbuat keji pada perempuan lalu melemparkan kesalahan itu pada orang lain? Selama ini Paman Bahtiar dianggap melakukan perbuatan keji yang tak pernah dia lakukan. Apakah itu adil untuk kami Umim?” Laila sendiri terdiam dengan apa yang Andi jawab. Dia menyesal sudah melemparkan pertanyaan bodoh pada putra yang tengah mencari keadilan untuk mendiang adiknya sendiri.

“Maafkan Ummi Sayang! Umi tidak pernah ingin meragukan semua kasih sayangmu.” Andi yang amarahnya terus berkobar langsung membanting barang untuk melampiaskan amarah dan kekecewaan itu. Laila sendiri susah-payah untuk menahan Andi. Dia tak mau jika amarah yang ada dalam benak sang putra justru merugikan dirinya sendiri.

Beberapa kaca di ruangan tersebut pecah dan barang berpindah dari tempat asalnya. Ruangan itu menjadi berantakan akibat amarah dan kekecewaan dari Andi sore ini. Andika sendiri langsung mendatangi rumah itu dan membantu sang istri menenangkan Andi yang tengah menghajar Sarjito tanpa ampun.

“Andi, tolong hentikan semua ini Sayang! Abi minta tolong sama kamu Nak, jangan berbuat rusuh di rumah orang! Abi yakin kamu masih mengingat apa yang pernah kami ajarkan selama ini. Minta tolong Nak!” Andika sendiri terus memohon dan berusaha menenangkan Andi. Andi sendiri menangis dan meluapkan semua kecewanya.

“Sekarang aku tanya, apakah mereka berpikir seperti itu ketika martabat almarhumah seenaknya mereka injak? Apakah mereka juga berpikir dengan memfitnah paman Bahtiar mereka bisa selamat dari kejadian ini?”

Lihat selengkapnya