“Kau dengar nama itu? Nama itu sama dengan nama anak dari Bahtiar. Aku takut jika Andi menyukai anak dari pemerkosa itu.” Andika sendiri menatap sang istri dan mengutarakan semua kekecewaannya bpada lelaki yang bernama Bahtiar. Masa lalu dari Hanum yang begitu tragis itu tak lepas dari ulah lelaki itu.
“Mas, kita tidak tau apa yang terjadi. Kita harus mencari tau siapa wanita yang Andi cintai. Kita harus tabayyun dulu.” Andika sendiri terdiam dan mengiyakan apa yang dikatakan oleh Laila. Dia berharap jika Fina yang disebut oleh Andi adalah Fina yang bukan anak dari lelaki itu.
Andika sendiri terus menatap Andi yang sudah dia anggap sebagai anaknya. Sejak sang istri divonis mandul dan kejadian naas yang dialami Hanum, dia bertekad untuk merawat Andi yang saat itu masih bayi. Hal itu dia lakukan demi rasa cintanya pada dua orang perempuan, adik dan istrinya.
***
Setelah Andi pulang, Fina sebenarnya belum pulang. Dia sendiri bersama salah seorang temannya sedang berada di kantin pesantren yang tak jauh dari rumah Kyai Rosyid. Dia sempat mendengar apa yang dibicatrakan oleh Umar dan Andi. Dia mencintai seseorang? Siapa dia? Dalam hati Fina, berharap jika cinta itu untuk dirinya.
“Fina, kau kenapa?” Arimbi yang melihat keanehan dalam diri Fina langsung menegurnya. Fina sendiri kaget dan spontan menggeleng. Arimbi sendiri bertambah bingung dengan tingkah laku dari Fina. Kenapa dengan kawannya yang satu ini?
“Fina, janganlah berbohong! Aku tau kau sedang ada masalah. Kau bisa cerita padaku. Barangkali aku bisa membantumu.” Fina terdiam beberapa saat. Dia akhirnya mau tidak mau bercerita terkait apa yang sedang Andi bicarakan dengan Umar.
“Aku gak mau banyak berharap Arim. Mana mungkin seseorang seperti Andi mau menerima perempuan seperti diriku.” Arimbi sendiri tersenyum. Sepertinya kawannya yang satu ini sedang jatuh cinta dan tak mampu mengungkapkan isi hatinya.
“Fina, dengarkan aku! Tidak ada salahnya kalo seorang wanita itu menyatakan cintanya terlebih dahulu. Gak ada yang salah. Kau tau kan kalo Sayyidah Khadijah itu, menyatakan cintanya pertama kali.”
“Tapi Arim, aku takutv jika dapat cemoohan sebagai wanita gak tau malu.” Arimbi sendiri mengerti apa yang Fina rasakan. Dia sendiri ingin sekali membantu Fina untuk bisa menyatakan cintanya.
“Fina, aku tau kok apa yang kau rasakan. Tapi kau harus ingat satu hal, cinta itu anugerah dari Allah untuk semua makhluknya. Hal yang kau rasakan pada Andi itu wajar, asal kau bisa menempatkan posisi itu dengan benar. Aku bersedia untuk membantumu.” Fina sendiri terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Arimbi. Dia ingin membantunya?
“Kau serius?”
“Kenapa enggak Fin? Kalau kamu memang mencintai lelaki itu dan memang serius, mending segera diutarakan. Apalagi dia bukan lelaki sembarangan. Dia sholeh. Aku tau bagaimana kelakuannya.” Fina sendiri masih bingung dengan apa yang dia lakukan untuk masalah ini. Banyak hal yang harus dia pertimbangkan, termasuk apa yang pernah sang abi katakan. Memang tidak cerita begiutu detail terkait apa yang sebenarnya menjadi inti masalah, tapi hal itu membuat Faina jauh lebih pesimis terkait cerita tersebut.
“Tapi Arimbi, apa Andi mau menerimaku dengan apa yang terjadi pada masa lalu orang tuaku?”
“Fina, aku yakin jika memang Andi menerima kamu, dia bahkan tak peduli dengan masa lalu. Dia akan mengajak kamu memperbaiki apa yang sudah berlalu. Aku yakin jika Andi akan seperti itu.”
“Walaupun itu memalukan?”