Senandung-senandung cinta

Zainur Rifky
Chapter #10

Penyesalan dua insan manusia

“Andi, ada yang ingin kau sampaikan?” Andi sendiri terdiam. Ada sesuatu yang tak bisa dia jelaskan. Ada hal yang mengganjal saat ingin menyampaikan perasaannya pada wali dari kekasih hatinya. Bahtiar sendiri masih menunggu apa yang sebenarnya ingin Andi sampaikan.

“Mboten. Gak jadi.” Andi sendiri sebenarnya juga terkejut dengan apa yang baru dia ucapkan. Kenapa dia begitu pengecutr untuk urusan cinta.

“Yakin tak ada yang ingin kau sampaikan?” Andi hanya menjawab iya. Entah apa yang terjadi, tak ada keberanian untuk mengatakan hal itu. Mereka akhirnya membicarakan hal lain. Sama sekali tak membahas apa yang sebnenarnya terjadi antara mereka berdua.

“Masih sering ke pesantren?”

“Alhamdulillah.” Andi bercerita jika dirinhya harus menjalani pengabdian sesuai permintaan dari pesantren. Dia juga sering bertemu dengan Fina.

“Kau belum ada calon?”

“Belum punya.”

“Kenapa?”

“Masih belum ada yang pas.”

“Kalau Fina yang jatuh cinta padamu bagaimana?” Andi sendiri tampak grogi dengan pertanyaan itu. Dia tak bisa menjawab pertanyaan itu dengan gamblang. Dalam hatinya, dia begitu senang jika hal itu terjadi.

“Masih harus dipikirkan ulang.” Bahtiar terdiam dan tak bisa memaksa Andi untuk menerima putrinya. Andi sendiri merasa kecewa pada dirinya. Kenapa dia tak bisa jujur pada lelaki yang ada di hadapannya? Padahal, dia bisa aja langsung melamar Fina lewat walinya secara langsung. Terlihat jika Bahtiar memberikan restunya pada mereka berdua.

Setelah dirasa tak ada yang mereka bicarakan, mereka berpisah dan kembali ke tempat asalnya masing-masing.

***

“Andi, ngelamun aja. Ada apa sih?” Ali yang melihat Andi yang aneh beberapa hari terakhir berinisiatif untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Andi sendiri terkejut dengan kehadiran teman lamanya itu.

“Gak ngagetin gitu bisa gak?”

“Maaf. Habisnya sejak kau keluar tadi, kayaknya ada masalah. Ada apa sih? Masih kepikiran apa yang Imam katakan.”

“Siapa juga. Gak ada untungnya.”

“Andi, omomgan bisa bohong. Tapi apa yang kau bicarakan lewat bahasa tubuhmu tak bisa disembuntyikan.” Andi hanya bisa memandangi Ali. Tak ada gunanya dia membohongi kawannya yang satu ini.

Ali sendiri tak mau jika Andi terus-menerrus seperti ini. Dia tak boleh terus minder. Tak ada hubungannya terkait apa yang terjadi pada mendiang ibunya dengan dirinya.

“Ali, tapi banyak orang yang bilang kalau almarhumah ummi adalah wanita murahan.”

“Andi, sudah berapa kali Nyai Rofi bilang. Beliau hanya korban. Sama sekali tak ada unsur menggoda lelaki yang bukan mahramnya. Lelaki yang menjadi pelaku itu yang tak bisa menjaga pandangannya.” Ali banyak menjelaskan apa yang selama ini mereka peroleh di pesantren. Tentunya, dia tak akan menjelaskan secara gamblang, karena Andi sendiri pastinya sudah memahami apa yang dia bicarakan.

“Ali, lalu pelakunya?” Ali sendiri terdiam. Sampai sekarang kabar itu juga masih simpang siur. Bibinya pernah mengatakan jika Bahtiar bukanlah pelaku yang sebenarnya. Tapi, bukti yang selama ini beredar mengarah pada lelaki itu walaupun tak sepenuhnya membuktikan jika Bahtiar bersalah.

Lihat selengkapnya