“Ini bukunya kaya gini?” Nata mengangkat buku bergambar kuda poni berwarna ungi.
“Bukan Nata, itu buku gambar biasa. udah biar gue aja yang nyari. Lo ngapain kek.” Aku kembali mencari buku sketsa dengan kertas yang tebal yang biasa aku gunakan. Sedangkan Nata sepertinya merajuk.
Aku sedang berada di toko buku, memang sengaja untuk membeli buku sketsa dan beberapa jenis alat tulis lain. Juga beberapa referensi untuk kompetisi nanti, tadinya hanya berdua dengan Ares tapi Nata memaksa ikut.
“Udah Nat mending kamu bantuin cari buku fisika kuantum yuk!.” Ares merangkulkan tangannya di bahu Nata, menariknya ke tempat lain. “Kalau Freya udah ketemu dunianya, semuanya dicuekin.” Lanjut laki-laki itu.
Aku tak menghiraukannya, membiarkan para lelakipergi. Buku sketsa yang aku gunakan sepertinya sedang habis, jadi aku mencarinya lagi. Dan beralih ke stasioner untuk mencari alat tulis. Baru beberapa menit aku berpisah dengan mereka, Nata langsung berlari menghampiri lagi. “Sena, saya gak mau ngikutin Ares lagi. Dia malah ngajak saya baca buku pelajaran kan pusing saya.”
Aku memutar mata, tadi Nata beralasan ikut “Kalian mau ke toko buku kan? Saya ikut ya mau cari buku pelajaran.” Dan sekarang dia malah pusing sendiri.
“Tadi kan lo bilang emang mau nyari buku pelajaran.” Ucapku sambil memilih antara pulpen dengan minatur strawberry merah ditutupnya atau bunga mawar dalam tabung kecil di tutupnya.
Nata menunjuk pulpen dengan strawberry, “menurut saya bagus yang ini, sesuai dengan kamu, si penyuka strawberry.”
Aku tadinya mau memilih opsi kedua, tapi setelah laki-laki bulan sabit itu berbicara seperti tadi jadi terlihat lebih lucu yang strawberry. Jadinya aku malah memasukkan pulpen strawberry itu ke keranjang belanja.
Ares muncul dari belakang Nata, “Yee gue bantuin nyari malah ngilang lo.” Sedangkan Nata hanya menjawab dengan senyum lebar unjuk gigi.
“Frey, buku ini kan yang dicari?” Satria mengangkat buku bersampul biru dongker ditangannya, buku ‘vector and matrics analysis’ yang sempat aku bicarakan padanya.
Aku mengangguk, lalu mengambilnya “Makasih Res, hehe”
Aku membayar di kasir bersama Ares, Nata tadi sempat izin ke toilet sebentar. Rencananya setelah ini kita bertiga mau makan pizza di restoran yang baru buka di mall ini. Aku dan Ares pergi ke restoran itu, biarkan saja laki-laki itu menyusul nantinya.
Andares duduk diseberangku seperti biasa, memesan pizza ukuran besar dan beberapa minum. Setelah itu kita hanya mengobrol soal sekolah, oh mungkin lebih tepatnya Ares yang bercerita dan aku hanya mendengarkan. Laki-laki dengan mata hitam legam dengan lesung pipi itu mengeluh, kenapa harus pertandingan basket nasional juga dimulai ditanggal yang hampir mendekati tanggal festival tahunan sekolah. Satu fakta lagi yang belum aku ungkap tentang Aresadalah –selain ketua osis, pemegang posisi pertama di akademik, dia juga kapten tim basket sekolah-.
“Udah mana si Aldi pake acara cidera parah lagi, aku harus nyari satu pemain lagi buat pertandingan.” Ares kembali mengeluh, dengan wajah kusut.
Sebenarnya aku tau alasan Ares tiba-tiba mengajak ke toko buku hari ini bukan karena mencari buku. Si the wanted boy di sekolah ini sedang jengah dengan seluruh kegiatan dan kesibukannya. Teman-temannya yang lain tidak bisa menjadi tempat sampahnya, tempat dia mengeluarkan keluh kesahnya. Banyak alasannya, dia bingung ketika harus memilih teman dekat laki-laki karena jarang sekali bermain. Paling hanya rekan satu tim basketnya, itu pun yang ada Ares yang jadi tempat sampah mereka. Mengajak teman perempuannya? Ares orangnya paling peka, dia tau siapa yang nantinya bakalan baper-bawa perasaan- sama dia. Dan kebanyakan memang baper katanya. Tapi itu kata Ares, menurutku dianya aja yang PDOD (Percaya Diri OverDosis).
Ngomong-ngomong soal basket, aku tiba-tiba teringat saat Nata bertanding dengan anak kelas kemarin. “Ares, kayanya kamu gak perlu nyari susah-susah pemain yang baru buat gantiin Aldi deh.”
“Kamu ada saran Frey?”
“Ada, dia kayanya main lebih jago dari kamu,Res.” Aku melirik Nata yang baru datang dan duduk di sebelah.
Sedangkan yang dibicarakan, masih kebingungan. “Apaan?” katanya. “Saya ketinggalan apa ini?”
“Kamu bisa main basket, Nat?” Ares kini lebih mencondongkan badannya ke arah Nata.