Lima puluh tahun telah berlalu sejak malam itu—malam ketika dunia kehilangan satu titik di peta, dan peta memilih untuk tidak mencarinya lagi.
Kini, di bawah langit mendung yang berat, rombongan kecil berhenti di jalan setapak berlumpur.
Tiga puluh delapan orang, terdiri dari tiga puluh tiga mahasiswa jurusan Arkeologi Sejarah Universitas Nusantara, dan lima dosen pembimbing.
Salah satunya adalah Aruna Widyatama, dosen termuda di antara mereka.
Angin berhembus pelan membawa aroma hutan basah dan kayu lapuk. Di kejauhan, suara sungai mengalun rendah seperti bisikan tua yang menolak diam.
“Wilayahnya… sepi banget, Bu,” ujar Bram, mahasiswa tingkat akhir yang memegang peta topografi.
Ia memandangi hamparan bukit yang diselimuti kabut keperakan.
“Menurut peta, seharusnya di sini ada dua dusun kecil. Tapi data satelit kosong.”
Aruna menatap lembah itu lama.
“Peta bisa hilang,” katanya datar, “tapi tanah tidak pernah benar-benar pergi.”
Kalimatnya membuat beberapa mahasiswa saling berpandangan.
Bagi mereka, Aruna bukan tipe dosen yang mudah bicara puitis. Biasanya setiap katanya rasional, terukur. Tapi di tempat itu, suaranya seperti sedang mengingat sesuatu yang tak ingin diingat.
Mereka mulai berjalan menuruni jalan setapak. Tanah becek membuat sepatu berat menancap setiap kali melangkah.
Beberapa mahasiswa tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana.
Namun tawa itu cepat menguap begitu udara di sekitar mulai terasa ganjil—dinginnya tak wajar, seperti datang dari sesuatu yang hidup.
Pohon-pohon di sisi jalan tumbuh tinggi dan rapat, batangnya berpilin seperti saling menahan.
Semakin ke dalam, cahaya matahari makin redup meski hari masih siang.
“Bu, GPS-nya ngaco,” kata Dita sambil menatap layar ponsel.
“Kompas juga,” timpal yang lain. “Jarumnya muter terus.”
Aruna berhenti sejenak.
Ia menatap sekitar. Hutan itu terlalu sunyi.
Tidak ada kicau burung, tidak ada suara serangga.
Hanya suara napas dan langkah mereka sendiri yang menggema di antara pepohonan.
“Teruskan,” ucap Aruna pelan. “Kita turun sampai dasar lembah. Di situ katanya ada struktur batu yang belum pernah diteliti.”