SENI PERANG RUMAH TANGGA

IGN Indra
Chapter #8

HADIAH UNTUK SANG PION

Ada sebuah ritual bulanan yang kulakukan dengan ketekunan seorang biarawati: memeriksa dan membayar semua tagihan rumah tangga. Listrik, air, internet, TV kabel, dan tentu saja, kartu kredit. Arvino menyerahkan semua urusan ini padaku. “Kamu lebih teliti, Sayang,” katanya dulu. Pujian yang terselubung kemalasan. Dia tidak sadar, dia telah memberiku akses penuh ke peta keuangannya, ke jejak digital dari setiap keputusannya.

Sore itu, aku duduk di ruang kerjaku yang tenang, ditemani secangkir teh chamomile dan alunan musik klasik yang lembut. Di layar laptopku terpampang laporan tagihan kartu kredit platinum kami untuk bulan April. Aku menggulir layar dengan perlahan, mataku memindai setiap baris transaksi dengan ketelitian seorang auditor. Restoran, bensin, belanja bulanan di supermarket impor… semua tampak normal. Membosankan.

Lalu, mataku berhenti pada satu baris. Jantungku tidak berhenti, tapi ritmenya sedikit berubah. Ada semacam dengungan pelan di telingaku.

Tanggal: 20 April 2024. Merchant: CHANEL PLAZA INDONESIA. Jumlah: Rp 75.450.000.

Aku menatap angka itu lama. Tujuh puluh lima juta empat ratus lima puluh ribu rupiah. Angka yang cukup untuk membeli mobil LCGC. Angka yang bisa membiayai studi S1 seseorang sampai lulus. Dan suamiku menghabiskannya dalam satu kali gesek di butik mewah.

Tanggalnya. 20 April. Tanggal yang sama saat dia meneleponku dengan suara gugup, mengarang cerita tentang "rapat lembur mendadak".

Senyum tipis, sangat tipis, mulai terkembang di bibirku.

Aku menyandarkan punggungku ke kursi, menyesap tehku pelan. Pikiranku bekerja dengan cepat, melakukan proses eliminasi yang dingin.

Ulang tahunku? Masih empat bulan lagi.

Ulang tahun ibuku atau ibu mertuaku? Sudah lewat dua bulan lalu, dan hadiahku untuk mereka tidak pernah semahal ini.

Hari jadi pernikahan kami? Arvino bahkan lupa yang tahun lalu sampai aku harus mengingatkannya dengan sebuah ‘petunjuk’ di kalender.

Jadi, hadiah ini bukan untukku. Bukan untuk keluarganya. Lantas, untuk siapa? Untuk "tim dari pusat" yang katanya mengadakan rapat mendadak itu? Aku ragu mereka memberikan bonus dalam bentuk tas tangan.

Jawabannya begitu jelas, begitu benderang hingga hampir membutakan. Ini untuk Rania. Pion kesayangannya. Hadiah atas ‘kinerjanya yang memuaskan’. Hadiah untuk merayakan kebohongan pertama mereka.

Dulu, mungkin Tara yang lama akan merasakan dadanya sesak. Mungkin ia akan menangis, merasakan pengkhianatan yang begitu nyata, yang bisa diukur dengan angka. Tapi aku bukan lagi Tara yang itu.

Aku tidak marah. Aku tidak merasa sakit hati. Yang kurasakan justru gelombang kepuasan yang aneh. Aku merasa seperti seorang investor yang melihat saham yang ia prediksi akan jatuh, akhirnya benar-benar anjlok sesuai analisisnya.

Lihat selengkapnya