Jantungnya berdegup kencang. Cewek itu memegang erat tali rafia yang tergantung di bahu kanannya. Dia menelan ludah dengan susah payah, menatap gerbang kokoh yang bertuliskan SMA Sevit Bandung di atasnya.
Tentu saja Aluna Amanda Nindiatama gugup. Ini hari pertamanya mengikuti kegiatan Masa Orientasi Siswa. Dan, seperti sekolah lain, para pesertanya harus mengenakan pakaian aneh dengan peralatan yang tidak masuk akal untuk dibawa.
“Aluna!” panggil seorang cewek dari belakang.
Cewek yang kini berlari ke arah Aluna bernama Radela atau biasa dipanggil Rara, sahabat Aluna sejak Sekolah Dasar.
“Gue kira, gue telat,” ujar Rara. Gadis bersuara cem preng itu membungkukkan badan dan memegang lututnya sendiri sambil mengatur napas.
“Emang udah telat kali, Ra!” seru Aluna.
“OMG! Bodoh banget, sih, gue!” pekik Rara, menepuk dahi.
“Kenapa?”
“Jam tangan gue rusak!”
Aluna memutar bola mata. “Ya, udah, kita langsung masuk aja, yuk? Sebelum kita dihukum aneh-aneh.”
Tergesa-gesa, kedua cewek itu berlari menuju aula yang ada di belakang sekolah. Mereka kesulitan berlari karena membawa terlalu banyak peralatan MOS di dalam keresek.
Rara berlari sangat cepat, membuat Aluna kesulitan mengejarnya. Aluna memang terkenal lelet, apalagi urusan lari-berlari. Belum lagi, kebiasaannya yang suka jatuh tiba-tiba.
Misalnya saja pagi itu. Karena terlalu buru-buru mengejar Rara, dia tidak sadar tali sepatunya lepas. Dengan ceroboh, gadis itu menginjaknya dan terjatuh ke atas aspal.
“Auh!” ringis Aluna dalam posisi telungkup.
Gadis berambut panjang itu menatap kedua telapak tangannya sendiri yang kini memerah dengan beberapa butir pasir menempel. Dia mengernyit. MOS belum mulai, dia sudah sakit duluan.
Aluna menengadahkan kepala dan mendapati siluet seorang cowok menutupi wajahnya dari matahari. Tiba- tiba saja, gadis itu membelalak takjub melihat ciptaan Allah yang saat ini ada di hadapannya. Entah, dia mimpi apa semalam, untuk pertama kalinya Aluna melihat cowok seganteng itu.
Masya Allah.
Dengan cepat, Aluna bangkit dan merapikan rok birunya yang sedikit kotor karena terkena debu aspal. Aluna tersenyum kepada cowok itu dengan sangat manis, membuat lesung di pipinya timbul cukup dalam.
Cowok itu hanya diam menatap Aluna yang terlihat salah tingkah. Dari ekspresinya, cowok itu menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak tertarik pada senyuman Aluna. Justru, ekspresi cowok itu tampak seperti berharap agar Aluna enyah dari hadapannya.
Mata Aluna mendadak menangkap seekor kepik hinggap di bahu cowok itu. Dia mengulurkan tangan demi mengusir serangga itu.
Namun yang terjadi, cowok itu justru menepis tangan Aluna.
Aluna menatap tidak percaya cowok yang ada di depannya. “Kasar banget, sih!” Aluna memegang tangannya yang ditepis cowok itu.
Cowok itu masih mematung dengan ekspresi yang tidak berubah, tidak menjawab, atau merespons apa pun. Untuk membuka mulut saja sepertinya cowok itu tidak berniat. “Ganteng-ganteng kasar!” umpat Aluna seraya mengernyit.
Cowok itu tetap diam.
Aluna mendecih. Tanpa banyak bicara lagi, dia pergi meninggalkan cowok itu dan kembali mengejar Rara.
Dasar aneh, ucap Aluna dalam hati.
***