7
Pukul delapan, Akira baru menyelesaikan tugas-tugasnya.
Fajar menyodorkan segelas cokelat panas.
“Minum, Bro!”
Sepuluh menit kemudian, minuman tersebut telah tandas.
“Jar, mau makan apa?” tanya Akira.
“Makan shabu-shabu lagi, yuk!” ajak Fajar.
“Kamu mau aku belikan sesuatu? Biar aku keluar sebentar beli makanan.” Akira menawarkan.
“Gak usah, aku lagi pengin makanan berkuah. Lagian bahan-bahannya masih ada di kulkas.”
“Tapi aku lagi pengen makan tamagoyaki[1], Jar.” Akira mengusulkan.
“Ya sudah, kita masak bareng-bareng, yuk.” Ajak Fajar.
Setelah makanan siap, mereka makan dengan lahap.
“Jar, kamu sering ketemu Senja, gak?”
Fajar cukup kaget, ketika Akira tiba-tiba menanyakan Senja.
“Terakhir ketemu yang waktu kita makan bareng di Shinjuku.” Fajar berterus terang.
“Jar, terus terang waktu kita makan bareng itu. Cara kamu menatap Senja, bikin aku mikir, apakah antara kamu dan Senja ada hubungan?”
“Ini kenapa tiba-tiba bahas Senja? Jangan bilang, kamu suka sama perempuan Indonesia bernama Senja.” Fajar menggoda.
“Ini pertanyaan kenapa dijawab dengan pertanyaan, kan harusnya dengan jawaban!” protes Akira.
“Aku sama sekali gak ada hubungan apa-apa, Aki.”
“Jarang ketemu juga.”
“Seminggu yang lalu, Senja menginap di rumahku, loh!” Akira memancing dan ingin melihat ekspresi Fajar.
“Apa?” Fajar tidak bisa menyembunyikan kekagetannya.
Akira sangat menikmati momen itu—melihat Fajar kaget.
“Senja bukan seleraku. Budaya dan keyakinan kita berbeda. Itu sudah terlihat jelas di depan mata,” terang Akira.
“Jar, kamu nggak usah menyembunyikan sesuatu dari aku. Kita kan sahabat. Selama ini kita sering jalan bareng teman-teman kita yang perempuan. Malahan teman perempuanmu sama banyaknya seperti aku. Baru kali ini aku melihat seorang Fajar tatapannya terkunci pada Senja. Aku bukan bermaksud mencampuri urasan hidupmu, Jar. Aku hanya ingin kamu tahu dan sadar, bahwa pertemanan kamu dengan Senja bisa lebih—itu pun kalau kamu menginginkan hubungan yang lebih dari sekadar teman. Senja dan Kakakku, ternyata berteman baik. Seperti kita, Jar. Minggu lalu, Kakakku meminta bantuan Senja, belajar bersama di rumah. Senja menyanggupi, terus Mama sekalian mengundang Senja makan malam bersama dan meminta Senja sekalian menginap saja.”
“Aku juga baru tahu, kalau Harumi bersahabat dengan Senja.”
“Tenang saja, dia tidur di kamar Kakakku, kok.” Akira menjulurkan lidah sambil memasang muka jahil.