22
Hari ini, meskipun tak ada kelas kuliah, Fajar sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya. Tadi pagi Akira meneleponnya kalau dia akan datang ke rumah.
Fajar juga sekalian mengajak Toshio, Hideki dan Yusihiro untuk main. Sejak siang, rumahnya ramai dipenuhi oleh mereka, yang pada akhirnya sibuk dengan tugas masing-masing.
Saking keasyikan mengerjakan tugas, pukul tiga sore baru makan siang. Fajar masak nasi goreng ala rumahan. Setiap kali mereka main ke rumahnya, dia selalu menyiapkan menu masakan Indonesia. Hitung-hitung memperkenalkan masakan rumahan ala dia.
Selesai menyiapkan menu nasi goreng spesial, hampir saja dia lupa kalau masih ada rendang di kulkas. Lantas dia memanaskannya.
Sementara mereka masih berkutat dengan tugas, dia memanggil nama mereka satu per satu.
“Woy, Akira, Toshio, Hideki, Yusihiro, makan yok makan,” ajaknya antusias.
Mereka masih saja tidak menghiraukan.
“Guys, rendang sama nasi gorengnya aku habisin saja, ya.” Kali ini Fajar mengeluarkan ancaman.
Seketika mendengar makanan yang baru saja disebutkannya, mereka menoleh dan langsung cuci tangan. Rupanya menu ini bisa membangunkan mereka setelah berjam-jam memelototi laptop—mengerjakan tugas.
“Gimana dengan tugas-tugas kalian?” tanya Fajar.
“Pening Bro, banyak banget tugasnya, dan susah-susah. Beberapa sudah kuselesaikan,” keluh Akira.
Meskipun mereka beda jurusan, kalau ngerjain tugas bareng-bareng, jika ada kesulitan biasanya mereka suka berdiskusi, dan kalau ada yang bisa, akan memberikan solusi.
“Aku hampir selesai, sedikit lagi,” jawab Hideki.
“Aku masih banyak, tapi sejauh ini belum menemukan kesulitan yang berarti.” Yusihiro menambahkan.
“Aku baru saja selesai,” Toshio berkata girang sekali.
Fajar memijat punggung Akira dari belakang sambil menyemangatinya. “Semangat terus, Bro. Kalau ada kesulitan beritahu, kami akan bantu.”