28
Di awal musim semi, udara hangat mulai menyapa. Aku tak sabar menanti hanami[1] untuk menikmati bunga sakura bermekaran. Semalam Harumi menelepon, dan mengajakku bermain ke taman pekan depan, bersama sahabatku yang lain, yaitu Mitsuko, Kiyoko dan Yuriko. Dia selalu mengingatkanku dari jauh-jauh hari sebelum kami pergi. Tepat minggu depan, bunga cantik akan bermekaran di Ueno Park, dia merencanakan untuk menikmati bunga sakura di tempat tersebut, sebelum menjelejah taman-taman cantik lainnya.
Kalau dulu kami lebih senang main ke Shibuya, atau ke Harajuku. Tepatnya aku sering menemani mereka. Kini, semenjak aku jatuh cinta pada taman-taman cantik yang bertebaran di Tokyo, mereka justru yang kini ketularan olehku.
Selalu menyenangkan bermain ke taman. Apalagi saat musim semi dan bunga sakura bermekaran. Kami biasa kumpul sambil piknik di bawah pohon sakura yang bersemi indah. Meskipun kami tidak boleh memetiknya, tapi kami bahagia ketika duduk di bangku-bangku, atau menggelar tikar dan bunga-bunga jatuh bertebaran.
Taman biasanya penuh, baik oleh warga lokal yang ingin menikmati suasana bunga sakura bermekaran. Maupun para turis yang sengaja datang untuk menikmati musim bunga sakura mekar.
Tahun ini, aku cukup beruntung sekali menikmati musim semi dengan mengunjungi beberapa taman, seperti Shinjuku Gyeon National Park, Ueno Park, Kagonei Park, hingga ke Showa Kinen Park.
Kalau piknik ke taman, biasanya aku bawa bento sama buku. Ngobrol berlama-lama sama teman-teman, atau pergi sendiri—sama serunya, selama yang kunikmati di pelupuk mata adalah keindahan alam serta sakura yang bermekaran, sungguh pemandangan spektekuler.
Sayangnya, tidak setiap waktu aku bisa menikmati bunga tersebut. Sebab tidak sepanjang tahun bermekaran, biasanya pada saat awal musim semi saja. Si cantik bunga sakura hanya bertahan untuk jangka waktu yang singkat, sepuluh hingga empat belas hari sejak mekar.
Aku sangat berterima kasih kepada sahabatku, berkat dia kami sering pergi ke berbagai tempat dan taman-taman indah hanya untuk mengajakku menikmati keindahan taman di beberapa tempat saat bunga sakura bersemi. Dia sudah terbiasa sejak kecil, sementara aku baru beberapa tahun belakangan ini, ketika mulai tinggal di negeri sakura.
Saat kecil, kupikir bunga sakura hanya ada di Jepang, ternyata tidak. Di berbagai belahan dunia mana pun, khususnya di negara empat musim, bunga ini bermekaran saat musim semi. Entah apa yang membuat bunga ini lebih spesial di Negeri Matahari Terbit. Sampai-sampai, selain julukan matahari terbit, juga dijuluki sebagai Negeri Sakura.
Bunga ini seolah sakral di negeri ini, sampai-sampai ada aturan yang melarang untuk memetik bunga sakura. Sebagai perantau, aku mematuhi peraturan tersebut, meski kadang tergoda ingin memetik, tapi tidak sampai hati melakukannya. Aku tahu diri. Bukankah selama bumi dipijak, langit dijunjung. Di mana pun aku berada, aku akan belajar menghargai dan menghormati budaya setempat.
***
Sehari sebelum aku pergi ke taman bersama keempat sahabatku, tubuhku kena demam. Selama satu minggu ini aku kurang tidur, akhirnya aku tumbang juga. Dengan sangat menyesal aku mengabari mereka kalau aku tidak bisa bergabung bersama main ke taman.
Beruntung keempat sahabatku memaklumi bahkan mereka mendoakan agar aku lekas sembuh, dan memintaku untuk banyak beristirahat.
Semalaman aku tidak bisa tidur, tubuhku panas dan sakit kepala.
Keesokan harinya, ketiga sahabatku datang menjenguk, ditambah gengnya Fajar. Rupanya Harumi memberitahu Akira kalau aku sedang sakit. Dia berinisiatif mengajak gengnya berkumpul sekaligus menjengukku.
Aku terharu melihat mereka datang, rasanya seperti ditengok oleh keluarga. Aku terbaring lemas. Suhu tubuhku belum banyak berubah. Semalam mencapai 40 derajat, paginya baru turun menjaadi 38 derajat. Praktis semalaman gak bisa tidur, baru setelah salat Subuh aku bisa memaksakan diri untuk tidur.
Hingga terdengarlah telepon berdering berkali-kali yang mengabarkan bahwa Harumi dan teman-teman sudah ada di depan pintu. Kupikir mereka jadi pergi ke taman.
Aku berjalan terhuyung, kepalaku terasa sakit dan tubuhku menggigil. Pukul sembilan Harumi tiba membawakan sarapan untukku. Aku langsung memakannya, walaupun mulutku terasa pahit, kupaksakan untuk menghabiskannya dan minum obat.
Terus aku pamitan pada Harumi untuk merebahkan tubuhku. Sebelum aku tertidur, tidak lama berselang setengah jam, Mitsuko, Kiyoko dan Yuriko tiba di rumahku, mereka membawa makanan dan buah-buahan. Aku berterimakasih pada mereka yang datang mengunjungiku. Padahal seharusnya mereka pergi ke taman sesuai rencana. Kini gara-gara aku sakit, mereka membatalkan rencananya dan memilih pergi ke rumahku.
Kehadiran mereka membuatku sangat terhibur. Satu jam kemudian, kantuk mulai datang menyerangku, efek minum obat pereda sakit kepala dan demam. Lagi seru-serunya mendengar cerita mereka, aku malah tertidur.
Harumi menyelimuti tubuhku. Mereka bertiga melanjutkan obrolan.
Pukul dua siang, aku baru bangun. Rumahku makin ramai oleh suara-suara perempuan dan laki-laki. Awalnya aku bingung. Mau berdiri dan beranjak dari ranjang, kepalaku masih pusing. Tapi kupaksakan untuk berjalan ke luar kamarku, ingin mengetahui asal suara-suara itu.
Ternyata Geram sudah bergabung dengan sahabat-sahabatku. Mereka sedang asyik mengobrol tanpa menyadari kehadiranku.
Aku menyapa mereka, “Halo, teman-teman. Maaf ya, aku ketiduran lama.”
Barulah mereka menoleh dan menanyakan kondisiku. Aku bilang sudah mulai membaik. Harumi menyiapkan makan siang untukku. Mereka sudah duluan makan, tidak tega membangunkanku. Aku senang sekali dengan kehadiran mereka di rumah.