31
Sungguh sedih sekali melihat orang yang sulit menceritakan apa yang sedang dirasakannya. Sementara di luar sana, begitu banyak orang yang gampang sekali bercerita apa pun, tentang siapa pun, bahkan bisa jadi menceritakan aibnya sendiri, seolah itu lucu. Atau entah apa tujuannya. Begitu banyak orang yang gampang bercerita tentang masalah hidup, sementara sedikit orang yang jarang menceritakan masalah hidupnya. Aku adalah salah satu dari orang yang sulit bercerita.
**
Hati Fajar terasa perih, mengingat kejadian di perpustakaan tadi siang, ketika melihat kesedihan itu menggelantung di mataku, tanpa bisa dibagi. Walaupun bisa disimpan dengan rapat, tapi insting seorang sahabat selalu bekerja secara alami. Meskipun aku tidak bercerita tentang masalah yang kuhadapi, Fajar bisa merasakan seseorang yang berusaha keras untuk merasa baik-baik saja, nyatanya tidak sedang baik-baik saja. Hanya saja Fajar mengurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut, maka yang bisa dilakukannya hari itu mengajak aku makan makanan kesukaannya.
“Jar, kok belum tidur?” Ternyata Toshio masih saja rajin mengecek kamar, ketika mata Fajar belum terpejam dan masih memikirkan kejadiaan di perpustakaan.
“Belum ngantuk, Tosh.”
“Apakah ada yang mengganggu pikiranmu?” Toshio terlihat mencemaskanku.
Fajar mengangguk. “Toshio, bagaimana cara kamu menghadapi sahabat yang selalu memendam masalahnya? Aku ingin bantu, tapi tidak bisa, sebab ia tak pernah bercerita. Aku kesal dengan diriku sendiri, jika berhadapan dengan situasi seperti ini.” Akhirnya Fajar berterus terang dan meminta pendapat sahabatnya.
“Jar, pada kenyataannya kamu mungkin terbiasa memiliki teman yang selalu berbagi suka dan duka denganmu. Sementara ketika kamu menghadapi salah satu teman yang berbeda dari teman-teman kamu pada umumnya. Kini giliran kamu yang kalut sendiri. Hei kawan, kita tidak akan pernah bisa memaksa orang yang memang tidak ingin berbagi cerita dengan kita. Jika kamu ingin bantu meringankan bebannya, tak perlu mengharap dia akan bercerita. Jadilah teman yang bisa diandalkan dengan cara berjalan bersisian tanpa perlu membahas banyak hal. Kadang ada orang yang bercerita hanya ingin didengar, ada juga yang meminta saran kedua makanya bercerita, tapi ada pula yang memang cukup kamu bersamanya saja. Maka tanpa perlu bercerita pun, bisa jadi kamu telah meringankan bebannya. Kamu ada disampingnya, tanpa banyak bicara. Itu sudah cukup membantunya.”
“Izinkan aku menebaknya, orang yang kamu maksud itu bukankah Senja?”
Fajar mengangguk dan tersenyum sedih sambil menatap ke arah Toshio seakan meminta pendapat lebih dari itu.
“Menghadapi wanita seperti Senja, memang cukup unik. Meskipun selalu terlihat tangguh dan mandiri di depan siapa saja, termasuk kamu. Tapi bisa jadi rapuh di dalam. Hanya saja tidak dia tunjukkan. Sebab bila ditunjukkan atau mungkin diceritakan, itu akan membuatnya merasa lemah. Beri dia waktu. Sebab bila ia percaya dan yakin kamu bisa menjadi teman yang diandalkan, maka pelan tapi pasti mungkin dia akan sedikit lebih terbuka lagi.”
“Ingat, dia bukan kamu. Jangan harap dia bisa melakuan hal-hal yang menurut kamu mudah untuk dilakukan—cerita kalau lagi ada masalah. Kamu masih ingat apa yang dikatakan Harumi tempo hari saat kita makan ramen bareng tanpa Senja? Bahkan dia saja yang sudah bersahabat selama bertahun-tahun, Senja yang dia kenal adalah orang yang mandiri dan tidak suka mengeluhkan masalah dalam hidupnya, makanya dia gak suka cerita.”
“Kalau kayak gitu, lantas apa fungsinya sahabat? Bukankah sahabat itu orang yang selalu ada dalam suka dan duka?” Fajar kembali mempertanyakan hal tersebut, dan belum bisa menerima sepenuhnya pendapat Toshio. Rumus ideal yang Fajar pegang teguh adalah jika ingin punya sahabat yang baik, jadilah sahabat yang baik—selalu siap ada, saling membantu dalam suka dan duka. Lantas apa gunanya Fajar sebagai sahabat, jika tidak bisa membantu.
“Jar, kata suka dan duka itu kan tidak harus berarti semua sahabat akan mengatakan semua masalah kepada sahabatnya. Ada orang yang mudah bercerita ada juga yang tidak. Kasus Senja adalah yang kedua. Itu yang lebih menyedihkan, bukan?”
Fajar membenarkan pendapat Toshio, tanpa membatahnya lagi, kemudian menarik napas dalam-dalam. Dia membayangkan seandainya berada di posisi aku. Pasti tidak mudah.