34
Sepulang kuliah, aku dan Harumi janjian akan pergi makan es krim. Namun, rencana itu batal karena Harumi diminta mamanya untuk segera pulang. Mama minta tolong diantar ke dokter. Aku menawarkan diri untuk ikut menemani, tapi Harumi bilang untuk saat ini tidak usah. Mama minta ditemani untuk medical check up, seperti yang biasa rutin dilakukannya. Hari ini Akira tidak bisa menemani Mama, sehingga Harumi sebagai anak pertama, akan menemani Mama.
Tanpa Harumi, rasanya tak asyik. Bersama Harumi, aku menikmati setiap jilatan es krim yang kulumat hingga habis. Kupikir lebih baik menunggu sahabatku yang satu ini untuk bisa makan es krim bersama.
Sebagai gantinya, aku ke perpustakaan mengembalikan dua buku yang kupinjam dua minggu yang lalu. Karena sudah tanggung masuk tempat favoritku ini, rasanya tak afdal kalau tidak menyisir setiap sudut rak di perpustakaan. Siapa tahu aku menemukan buku yang bisa kubaca di rumah.
Sedang asyik-asyiknya menyisir rak, memelototi judul-judul buku, kudengar ada seseorang yang bisik-bisik di samping telingaku.
“Halo pecinta buku, sedang cari buku apa? bolehkah kubantu mencarikan buku yang sedang kamu cari?” Saat menoleh ke samping kanan, ada Fajar yang sedang berusaha menahan tawa melihat ekspresiku yang kaget.
“Makanya cari buku itu fokus, jangan sambil melamun,” ledeknya sambil tertawa renyah.
Ingin rasanya kujewer telinga Fajar yang sudah mengagetkanku. Beruntung sebelum teriak karena kaget, aku baca istigfar sambil menutup mulutku. Duh, anak ini ngapain, gerutuku dalam hati. Dulu-dulu aku tidak pernah bertemu Fajar di perpustakaan, tapi akhir-kahir ini dia sering satu frekuensi denganku, datang ke perpustakaan.
Seakan dapat membaca isi kepalaku yang sedang memprotes kehadirannya. Dia menjelaskan bahwa sebetulnya dia sedang mengerjakan tugas sejak dua jam yang lalu dan berniat meminjam buku dan melanjutkan tugasnya di rumah saja.
Yang aku senangi dari temanku ini, dia tidak pernah memanggilku dengan sebutan kutu buku—yang biasa disematkan banyak orang kepada seseorang yang gemar membaca buku. Pecinta buku, merupakan pilihan kata yang enak didengar di telingaku. Dia selalu saja punya kata-kata yang menarik untuk di dengar. Sekali pun meledek, disampaikan dengan cara yang menyenangkan. Bahkan orang yang gampang tersinggung pun bisa jadi mengurungkan niatnya untuk marah mendengar kata yang terucap oleh teman yang sangat periang ini.
Tentu saja di perpustakaan kita tidak bisa seenaknya bicara keras seperti sedang ngobrol biasa. Sebisa mungkin bicaranya cukup bisik-bisik. Maka, kita mencari tempat duduk. Namun, sepertinya obrolan Fajar bakalan panjang. Maka dia mengajakku untuk pergi ke kantin.