Senja

hafitalia
Chapter #46

45

45



Saat tiba di Jepang, Fajar ingin sekali langsung menemuiku. Namun, dia harus menahan diri. Menurutnya besok-besok atau entah kapan, dia masih punya waktu untuk bertemu. Sesampainya di rumah, sahabat-sahabatnya sudah berkumpul menyambut kedatangan Fajar. Ternyata bukan hanya Fajar saja yang merindukan mereka. Mereka pun sama-sama merindukan dia.

Ada banyak cerita yang mereka bagi, sambil menikmati camilan yang Fajar bawa dari Indonesia. Ada keseruan yang bisa dia rasakan saat menikmati cerita-cerita tertunda selama lebih dari satu bulan ini. Toshio, Hideki, Yusihiro, dan Akira pergi berlibur ke berbagai tempat wisata yang ada di Jepang. Sementara liburan Fajar dihabiskan bersama keluarganya. Tidak pergi ke tempat-tempat jauh. Menghabiskan waktu liburan bersama orang-orang tercinta tak membuatnya bosan, selalu saja menyenangkan, dan tak harus berlibur mengunjungi tempat-tempat wisata.

Satu per satu cerita bergulir di antara sahabat-sahabatnya. Akira pergi berlibur ke Okinawa bersama keluarganya. Hideki pergi ke Hokkaido bersama keluarganya, Toshio berlibur ke Osaka bersama kawan-kawannya, sementara Yusihiro berlibur ke luar negeri bersama keluarganya. Lengkap sudah liburan musim panas kali ini memberi warna cerita berbeda di antara persahabatan mereka.

Di tengah keseruan cerita yang mereka bagi dengan Fajar, Akira tak pernah absen untuk menanyakan hal yang satu ini.

“Jar, kangen Senja gak?” bisiknya di telinga Fajar, sambil mengangkat kedua alisnya ke atas.

Sejurus kemudian Fajar memelototinya sambil menempelkan jari ditelunjuk. Lagian gak kira-kira, Toshio sedang asyik-asyiknya cerita, dia malah tanya begitu. Dia hanya menyeringai saja. Rupanya Toshio mendengar keributan kecil di antara mereka, resenya dia pun juga bilang, “Eh, kamu kangen Senja, ya?”

Sontak saja semua sobatnya melirik ke arah Fajar, dengan ekspresi meminta jawaban.

“Ya kangen dong. Sama kangennya seperti ke kalian juga. Kan dia juga sahabatku” ucap Fajar. Beruntung tak ada lagi pertanyaan berikutnya.

Guys, aku bawa makanan kesukaan kalian. Yuk, kita makan.”

Mereka langsung terlihat lapar, setelah dia memperlihatkan rendang yang dimasak mamanya khusus untuk mereka. Tidak perlu disuruh dua kali, mereka sudah menyerbu makanan. Mereka bilang masakan buatan Mama sangat khas dan mereka suka. Berharap kapan-kapan kalau lagi ke Indonesia bisa mampir ke rumah orang tuanya Fajar.

Meskipun membawa buah tangan sebenarnya bukan sebuah keharusan, tapi karena sudah kebiasaan, jika pulang ke Indonesia mamanya selalu memaksanya untuk membawakan makanan-makanan khas rumah atau juga beli khusus untuk teman-temannya. Padahal dia sudah siap-siap untuk tidak membawa makanan. Gak tahunya, justru Mama yang sudah mempersiapkannya tanpa diminta. Mana tega kalau tidak dibawa. Jadi, setiap kali Fajar pulang ke Indonesia, sahabat-sahabatnya sudah biasa dibawakan makanan. Dan biasanya mereka selalu kumpul bersama, karena Fajar meminta mereka untuk kumpul sambil cerita dan menikmati oleh-oleh yang dia bawa.

Hari itu mereka menginap di rumah Fajar. Tentu saja dia sangat senang bisa kumpul lagi dengan mereka. Baru sebulan lebih gak ketemu saja, sudah kangen banget. Entah bagaimana kalau nanti setelah selesai kuliah dan harus berpisah dengan mereka, Fajar tidak bisa membayangkannya.

***

Setelah perkuliahan semester baru di mulai, Fajar masih belum bisa menemuiku. Aku makin sibuk saja, berkali-kali Fajar menyambangi tempat favoritku di kampus, tapi tidak menemukan batang hidungku. Kadang sepanjang hari Fajar uring-uringan. Seminggu berlalu, masih tak kunjung bertemu. Dua minggu, tiga minggu, berlalu sangat cepat. Barulah di minggu keempat, Fajar bisa melihat aku. Sayangnya waktu itu aku sedang tidak sendiri, melainkan bersama seorang pria yang tidak dikenal Fajar.

Fajar hanya mematung, ingin sekali bisa menyapa aku langsung, tapi tentu saja dia mungurungkan niatnya.

Fajar berdiri di tempat yang tidak ketahui oleh aku, sampai akhirnya pria itu pergi dari batang hidungnya dan aku duduk dibangku di bawah pohon rindang yang ada di kampus.

Tak sabar Fajar ingin menghampirinya, tapi dia melihat wajahku begitu lelah, setelah mendekat Fajar baru menyadari, aku terlihat begitu pucat.

“Hai, Senja,” sapa Fajar yang direspon dengan sebuah kekagetan yang tidak aku sangka sebelumnya, aku seperti melihat sesosok hantu di depanku.

“Hai, Jar.” Sapaku tersenyum ke arahnya.

“Kok kaget?” tanya Fajar yang tak kalah kaget melihat responku.

“Ya kagetlah, kamu tiba-tiba saja nongol. Gimana kabarnya, Jar?”

“Baik, alhamdulillah. Kok mukamu pucat sekali, sakit?”

“Lupa makan, hari ini banyak yang harus aku kerjakan.”

“Ya sudah, kita cari makan, yuk!” ajak Fajar.

Aku menggelengkan kepala.

“Aku bawa bekal makan, hanya saja lupa dimakan.” Aku hanya bisa nyengir merasa bersalah.

“Ya sudah, makan dulu kalau gitu.”

“Nggak Jar, ini bentar lagi juga mau jalan pulang.”

Fajar heran, kenapa aku ngotot sekali gak mau makan, padahal mukaku sudah sangat pucat.

“Laki-laki tadi, teman satu kampusmu?” Tiba-tiba saja pertanyaan itu meluncur. Fajar menyesal tidak bisa menahan diri.

Lihat selengkapnya