"Cil! Kecil,"
Senja baru saja mengabaikan panggilan lelaki di belakangnya yang sedang mengikutinya menuju kelas siang itu. Gadis bermata bulat dan mempunyai rambut lurus sebahu yang dikucir tinggi itu masih berjalan lebih dulu. Enggan menoleh kebelakangnya. Ia fokus pada koridor kelas di depannya. Mulutnya manyun.
Senja masih tak terima. Kuliah siang yang cukup membuat Senja dongkol. Bagaimana tidak, ia baru saja melewatkan tidur siang super nyenyaknya. Dan ketua kelas malah mengabarkan di grup chat kelas kalau hari ini ada kuis. Senja cukup kesal dibuatnya.
"Cil. Oh kecil. Ih gue diabaikan deh." ulangnya lagi. Gadis berkulit sawo matang punya wajah bulat itu masih saja mengabaikannya. Ia tidak cantik tapi menarik. Begitu kata teman kelasnya. Bibirnya mungil dan hidungnya mancung. Membuat ia terlihat berbeda dari gadis lainnya. Dan nama itu cocok dengannya. Tapi tidak dengan tingkahnya. Senja lebih suka molor jika senja tiba. Tidur adalah paling utama untuknya.
Senja memang sedang tidak ingin bercanda, buktinya sudah lebih dari tiga kali sahabatnya itu memanggilnya dan diabaikan saja olehnya. Ia tidak terima dipanggil dengan sebutan si Kecil. Senja rasa ia tidak sekecil itu.
Hanya saja mereka lebih tinggi dari dirinya. Sedikit. Memang saja Milka dan Karel lebih tinggi darinya tapi bukan berarti ia sangat pendek. Hanya saja umurnya memang lebih muda dari ketiga sahabatnya itu.
"Kecil, asli, nanti budek benaran lo," merasa kesal diabaikan dari tadi hingga lelaki punya senyum khas itu mendaratkan satu pukulan dengan tangannya, cukup kuat di kepala Senja. Sontak saja Senja menoleh jengkel. Ia menatap lelaki berpostur tubuh tinggi itu tersenyum manis ke arahnya. Selalu begitu.
"Rel? Lo kenapa, sih? resek banget. Nama gue bukan kecil. Gue itu Senja," protesnya lagi dan lagi, membuat Karel terkekeh kecil. Ia tahu gadis itu tak pernah terima jika ia panggil begitu. Tapi, tetap saja ia suka iseng. Aneh memang. Suka mengganggu ketenangan Senja. Di mana pun mereka berada.
"Lo kenapa? Galak amat, PMS yah?" Karel heran. Tak biasanya Senja yang terkenal cukup ceria di kelasnya itu jadi sensitif seperti ini.
"Iya, makanya lo jauh-jauh, ntar bisa aja lo diterkam doi Rel," Milka muncul di belakang Karel sambil tersenyum ke arah keduanya. Gadis cantik berfostur tubuh tinggi bak model itu kini mendekat. Keduanya menoleh bersamaan. Gadis itu cukup terkenal di kampus mereka, selain karena cantik, berkulit putih dan wajahnya yang tirus, ia seperti keturunan bule, padahal ia asli lokal, Milka juga ramah. Ia punya banyak teman dan kenalan. Hal ini membuat ia jadi dikenal banyak orang. Dan tidak ada yang tidak mengenalnya di kampus ini.
Senja sedikit mengangguk. Ia menjulurkan tangannya pada Karel. Lelaki berkulit putih itu menaikan alisnya yang tebal pada Senja, ia bingung. Ia memang terlihat paling tampan di dalam kelasnya, tak heran jika banyak gadis-gadis yang memasang mata jika ia lewat, lalu berbisik. Membicarakan ketampanannya memang.
Karel rasa ia tak punya hutang minuman pada Senja hari ini. Tetapi kenapa gadis itu meminta sesuatu padanya.
"Buku gue Rel, jangan amnesia deh," protes Senja jengkel tak tahu kodenya. Milka tertawa sedikit, sudah biasa, ia melihat kedua sahabatnya yang selalu musuhan itu. Tak pernah akur memang. Tapi selalu ada buatnya. Tentu saja. Kedua orang itu saling melengkapi hidupnya dan ditambah lagi dengan Nano cowok hitam manis yang sering datang kalau Milka butuh bantuan dadakan.
Karel tersenyum samar, ia menepuk jidatnya. Pura-pura lupa.
"Astaga,"
"Maaf Sen. Buku lo keting," ucapan Karel terpotong saat sepatu kucel penuh debu dan tidak dicuci selama dua bulan milik Senja mendarat cepat di kaki keringnya. Cukup sakit memang. Bukan pertama kalinya lagi Karel mendapatkan serangan itu. Mungkin sudah lebih dari dua puluh kali sejak dua tahun ini. Sejak ia mengenal Senja di kampus ini. Sejak ia mulai menganggu Senja. Lucu memang. Dan seisi kelas juga tahu itu.