Karel sibuk dengan pekerjaan di laptopnya, sesekali melihat Nano yang juga sibuk dengan ponselnya. Lelaki berkulit sawo matang itu baru tiba di rumahnya dan sudah menghabiskan cemilan Karel yang tadi dibelinya.
"Nan. Pergi yuk." ajaknya membuat Nano menoleh sebentar dan kembali fokus pada ponselnya.
"Pestanya Asha," jelasnya mantap dan Nano lantas menggeleng cepat.
"Ajak Senja juga." tambah Karel. Ia tidak ingin ke sana sendirian. Ingin bersama ketiga sahabatnya juga.
"Enggak deh, lo sama Milka aja gih, gue mau ke toko gue nanti, ada kerjaan." Sahutnya cepat dan Karel menoleh kesal. Sebenarnya Karel tidak ingin pergi, tetapi mengingat Asha, ia jadi tidak enak hati untuk tidak datang.
"Ih parah lo. Sebentar aja kok. Ngeliat dikit, trus pulang, enggak enak gue nolak dia." ulang Karel lagi. Nano kembali menggeleng.
"Kagak, jangan bandel. Minta temanin aja sama Milka. Kan tadi gue dengar lo disuruh pergi sama Milka bukan sama gue ataupun Senja. Jalani aja. Dekatin aja tuh Milka. Cobain dekat sama satu cewek kali aja lo bahagia. Jangan ngeledek Senja aja lu gagal move on. Lo sendiri juga begitu. Parah lagi." katanya meledek dan Karel menoleh kesal. Menatap sahabatnya itu tajam.
"Idih, kemana perginya. Kalo nggak mau pergi, ya udah." sahutnya kesal mengacak rambutnya frustasi. Nano tertawa kecil. ia memasukan ponselnya ke dalam saku celananya, lalu berdiri.
"Lah, kan gue benar. Mari coba bahagia. Walaupun gue suka sama Milka juga. Gue ikhlasin dia buat lo. Jadi tolong jaga dia buat gue." jelasnya tersenyum dan Karel kini menoleh serius. Ia tak mengerti ucapan Nano padanya.
"Tapi Nan. Woy. Gue belum selesai ngomong, lo mau ke mana? " kata Karel jengkel melihat Nano kembali pergi sambil melambaikan tangannya pada Karel. Karel kini mengusap kepalanya. melihat ke layar laptopnya. Pikirannya buyar dan ia sama sekali tak bisa konsentrasi lagi. Alhasil Karel mematikan laptopnya dan menutupnya. Meletakkan benda itu di atas meja, meraih ponselnya. Melihat dua panggilan terakhirnya di ponselnya. Nama Senja di barisan pertama dan Milka di barisan kedua. Karel menatap kedua nomor itu frustasi. Karel tidak tahu, ia ragu untuk membawa siapa ke sana. Senja atau Milka.
"Ah. Nano sialan." Gerutunya kesal. Dan tanpa sadar ia menekan nomor Senja dan sambungan telepon berbunyi cukup lama dan tidak diangkat. Ia tahu Senja pasti sekarang sedang tidur atau sibuk dengan Drama Korea. Raut muka Karel berubah kecewa, ia menurunkan ponselnya setelah mendengar operator berbicara bahwa nomor itu tidak menjawabnya. Menit berikutnya Karel menghubungi Milka dan dijawab cepat.
"Hallo, Rel?" suara gadis itu terdengar jelas di seberang sana. Karel mengusap mukanya.
"Lo, di mana?" tanyanya tanpa basa basi.
"Rumah. Kenapa?" tanyanya balik.
"Senja?"
"Tidur, di kamarnya. Kenapa Rel? Mau ngomong sama dia?" tanya Milka.
"Oh nggak usah. Nanti malam lo ada acara, nggak? Temanin gue ke pestanya Asha, bisa?" tanya Karel serius. Ia kini mengusap kepalanya. Ia merasa tidak ada salahnya untuk membawa Milka ke sana daripada ia sendirian.
"Oh, bisa Rel. Bisa." Sahut Milka tersenyum. Bahagia tentu saja.
"Oke, nanti gue jemput. Itu aja. Gue tutup." kata Karel mematikan sambungan teleponnya.
***
Dan benar saja. Senja masih tertidur pulas di kamar kosnya. Sampai gedoran pintu kamarnya dari Milka tidak ia dengar. Bukan tidak di dengar. Ia mengabaikannya. Milka biasanya langsung masuk dan mengobrak-abrik tidurnya tapi kali ini tidak. Maklum saja ia menguncinya. Takut hal yang tak diinginkan seperti Milka masuk tanpa permisi dan menganggu ketenangan tidur nyenyaknya. Tak sesuai dengan sang pemilik nama. Senja bukannya menikmati sore hari, tapi selalu saja molor hingga pukul enam sore. Barulah ia mandi. Makan. Lalu di lanjutkan dengan menonton drama korea hasil sharing-nya dengan Wanda. Teman sekelasnya yang juga punya hobby sama seperti dirinya. Bisa dihitung Senja sudah menonton seluruh drama Korea. Satu drama bisa ia tonton satu malam saja. Bayangin saja dari jam enam sore ke jam tiga pagi. Setelahnya Senja baru lanjut tidur.
"Senjaaaaa... Buka pintunya." gedoran dan teriakan Milka membuat Senja mengeliat sedikit. Ia mendengar samar-samar teriakan gadis itu di luar pintu kamarnya. Dan masih sama, Senja tak peduli, ia melanjutkan tidurnya. Ia tahu, menginggat sekarang hari sabtu pasti saja Milka mengajaknya naik sepedahan keliling komplek sambil cerita banyak. Mulai dari teman SDnya. Mantannya, hingga beralih pada Karel. Atau tidak, Milka akan mengajaknya shopping.
"Senja... Ya tuhan. Bangun!" antara sadar dan tidak, Senja memajukan mulutnya manyun. Milka berhasil masuk ke dalam kamarnya lewat jendela kamar yang lupa ia tutup. Ah sial.
"Aissst. Cewek sialan." umpatnya saat Milka duduk di atas bokongnya dan tersenyum penuh kemenangan.
"Ayo bangun. Temanin gue ke butik Mama yuk. Cari baju," Milka mengoyang kepala Senja. Agar gadis itu segera bangun dan menuruti keinginannya.
"Aduh, Mil, gue ngantuk. Lo minta temanin Suci aja deh," Senja bergumam asal, masih memejamkan matanya. Milka memajukan mulutnya manyun.
"Lo gitu deh Sen. Gue mau pergi nanti malam. Jadi mesti pilih baju yang bagus, masa sama Suci yang nggak tahu model, sih?" Milka turun dari bokong Senja dan duduk sejajar dengan gadis itu.
"Sen... Ayo lah. Gue traktir es krim deh." ucapnya kembali menguncang tubuh Senja yang masih merem melek itu. Merasa tidak tega. Senja memajukan mulutnya manyun. Membuka matanya. Melihat Milka tersenyum manis ke arahnya.