Pulau kecil padang pasir yang dikelilingi sungai Alas adalah tempat kami mengangon.
Tiba di tempat mengangon, lembu kami pun bergabung dengan lembu teman-teman yang lain. Kata abangku, dulu waktu pertama kali lembu kami bergabung dengan teman yang lain, mereka juga kenalan.
Cara kenalan lembu adalah dengan mengendus-endus bau badan lembu yang lain, semacam perkenalan lewat penciuman. Kemudian salah satu lembu mulai mengajam berantam dengan cara menanduk duluan. Yang jantan berkelahi dengan yang jantan, yang betina dengan yang betina, Kjonjang dengan Khonjang, Dakhe dengan Dakhe.
Kami juga punya lembu jantan, yang diberi abangku namanya Boguh. Pemilik lembu yang lain juga menamai lembunya dengan Boguh yang artinya juga jantan.
“Kalau lembu Boguh kita berantam dengan Boguh orang lain, awalnya dia menang, Daud, tapi kemudian ia kalah karena ada kelompok lembu lain yang Boguhnya lebih besar!”
“Tapi hari ini kok mereka akur?”
“Karena sudah saling kenal. Tapi bukan hal yang mudah mereka bisa bersahabat seperti sekarang. Dulunya mereka berantam dari siang sampai petang waktu pulang, bahkan di tengah jalan pun mereka berantam. Kalau mereka belum puas, jumpa esok harinya mereka berantam lagi!”
"Sore sampai petang? Memang mereka tidak butuh makan?"
"Kadang mereka berhenti sejenak untuk makan, lalu lanjut berantam."
“Terus lembu Boguh siapa yang menang?”
“Lembu Boguh-nya, Pak Haji. Itu dia Boguh lembunya, Pak Haji.” Piyah menunjukkan padaku lembu jantan milik Pak Haji. Memang besar lembu jantannya Pak Haji!
Kata abangku pula cara berantam mereka adalah saling menanduk, berudu kepala, menanduk badan, saling mendorong kepala sama kepala hingga salah satu merasa tanduknya ngilu barulah lepas. Karena lembu jantannya Pak Haji yang menang, maka dialah kepala geng lembu jantan untuk semua kelompok. Namun belum tentu ia bisa mengalahkan lembu betina seperti Khonjang. Memang tidak pernah ada kejadian Boguh berkelahi dengan betina.
Kami ada banyak kelompok, maksudku ada banyak penggembala lembu. Masing-masing kami punya lembu banyak, paling sedikit lembunya adalah Obol. Nama adiknya Ori. Lembu mereka hanya tujuh ekor saja, tapi badannya besar dan bulunya bersih. Kandangnya juga bersih sebab jumlahnya sedikit. Kandang lembunya di depan rumahnya, seberang jalan. Tiap lewat selalu terlihat. Depan rumahnya berdiri pokok jambu air yang kalau musim berbuah sangat lebat!
Setelah berantam itu ketahuanlah lembu jantan mana yang ditakuti oleh jantan yang lainnya. Tidak ada Boguh lain yang berani jahat mengganggu lembu betina kelompoknya, atau mencoba menyakiti adik-adik atau kawan-kawan kelompoknya.
Kalau pun lembu jantanku mau iseng dan ingin usil mengganggu lembu betina kelompok lain, ia mesti mengganggu kelompok lembu yang selain dari kelompok lembu yang telah mengalahkannya. Lembu yang terbanyak adalah lembunya Pak Haji, hampir tiga puluh ekor. Setelah lembu jantan Pak Haji dijual, barulah lembu Boguh kami pacaran dengan lembu betinanya Pak Haji, bahkan ia mengikut dan hendak masuk ke kandang, Pak Haji melarangnya masuk.
Terbanyak kedua adalah lembu kami. Adapun Pak Haji, beliau bukanlah anak kampung Alur Langsat, beliau orang desa Salim Pinim. Kenapa kami panggil Pak Haji? Karena beliau sudah pernah naik haji. Kemana-menan memakai peci putih, memakai Cucang atau semacam tas yang beliau buat dari goni pelastik dan juga membawa tongkat. Beliau tidak pernah memukul lembunya dengan tongkat itu, hanya sebagai alat melarang saja. Herannya, lembu-lembu Pak Haji tidak pula bandel-bandel sebab memang tidak pernah lama bergaul dengan lembu kami.