Ini hari minggu, hari libur. Minggu adalah hari istirahatnya bagi anak sekolah. Hari yang ditunggu dan disukai karena bisa digunakan untuk bermain. Aku juga bahagia dan suka pada hari minggu dan hari jumaat, karena hari jum’at cepat pulang sekolah, jam sebelas sudah pulang. Kalau tidak bekerja, biasanya aku bermain kelereng, kadang buatan pabrik dan kadang juga buah kemiri. Kadang kalau lagi menang banyak sekali kelereng yang kudapat meskipun sebagian sudah bintik-bintik dan pecah.
Ada pun kemiri, kami mencari di di bawah pohon kemiri yang tumuh sekitar makam keluarga kakek kami. Kakek dan nenek dari ayah kami dimamkan di belakang rumahku. Ada tiga pohon kemiri yang tumbuh. Kadang dipanjak keponakan dan sebagian jaga di bawah sebagai pemulung buah yang berserakkan. Kemudian dikupas dan bijinya itulah dijual. Satu ukuran bambu dengan harga lima ratus rupiah, lalu naik jadi seribu, kemudian naik jadi seribu lima ratus, naik lagi jadi dua ribu. Mentok di situ, masa SD sudah lulus dan aku tidak pernah update lagi soal harga kemiri.
Kalau main kelereng, ada yang memakai jari tengah, ada pula jari manis Aku sendiri pakai jari manis. Yang jago main, kami menyebutnya dengan istilah, "jetakh" pada huruf "e" dibaca macam menyebut kata, "mereka" di huruf 'e' kedua.
“Piyah, Daud, bongi ge khoh pengulu. Wakhi nde ngobo nine ni jume ne. Sikel kusebut bongi ge bendin da, tapi se kendin go medem. Pepagi e lah kusebut ningku.” Piyah, Daud, tadi malam datang penghulu. Katanya hari ini membajak di sawahnya. Mau ayah sampaikan ke kalian tadi malam, tetapi kalian sudah tidur. Besok pagilah kusampaikan kataku ke penghulu.
Setelah ayah berkata begitu, aku dan abangku bahagia dan tidak bahagia. Kenapa? Karena mestinya hari libur sekolah adalah waktu kami istirahat mulai dari bangun pagi sampai pukul dua belas siang, sampai waktunya mengangon tiba. Tapi kalau tidak bekerja di sawah orang, pasti bekerja di sawah kami juga.
Gara-gara ada dapat job dari pak penghulu terpaksa pagi ini kami tidak bisa bersantai-santai di rumah. Jarang sekali bisa bersantai, biasanya ada saja kerjaan. Lagipula ayah juga sedang masa-masa menggarap sawah untuk ditanami padi, berarti kalaupun kami tidak dapat job dari pak penghulu sudah pasti kami membajak untuk sawah kami sendiri, memang tidak ada waktu istirahat pagi ini.
Ayah merelakan kami hari ini pergi Ngobo di sawah pak penghulu. Ngobo adalah istilah yang digunakan orang Aceh Tenggara, yang artinya membajak sawah dengan lembu atau kerbau.
“Supaya ada uang jajan kalian.” kata ayah. Ya senangnya adalah kami dapat job tentu kami dapat upah. Tiga hingga empat jam membajak sawah dibayar dua puluh ribu. Jadi kami bagi dua. Piyah dapat sepuluh dan aku dapat sepuluh. Sepuluh ribu sudah bisa buat jajan dua puluh hari.
Dua puluh sudah cukup banyak hari ini, jajan dua minggu tidak habis. Aku dan Piyah bagi dua. Jadi yang dikeluarkan dari kandang adalah semua lembu untuk dibawa ke sawah yang mau dibajak. Tetapi tidak semua lembu kami pekerjakan, yang tidak bekerja adalah anak lembu saja dan selebihnya semua ikut membajak.
Aku berdua dengan abangku, kami mengarak lembu dari kandang menuju sawah pak penghulu yang tidak jauh dari rumah, hanya empat menit saja, sawah beliau berda di depan rumah beliau di seberang jalan. Sejajr juga dengan sawah kami di bagian utara. Kebetulan minggu ini tidak jauh. Karena memang ada juga pemberi job dari tiga dan lima kampung jaraknya dari Alur Langsat.