SENJA DATANG AYO PULANG

Daud Farma
Chapter #16

Ditolong Pak Gadut

Anak-anak yang lain sepulang sekolah bisa bobo siang, bobo cantik, dan bisa bermain. Aku? Begitu balik dari sekolah, aku mesti buru-buru makan siang, kadang kalau tidak sempat aku mesti membungkus nasi dan lauk di dalam wadah yang dibuat mamakku dari anyaman daun bengkoang. Mamakku jago sekali dalam hal ini! Sering tidak punya lauk, jadi cuma bawa nasi, garam dan cabai rawit hijau dan merah. Kalau lagi ada maka dibungkus di dalam plastik. Sering juga bawa ikan asin dan ikan tri. 

Pernah beberapa kali aku malas menggembala lembu-lembuku. Aku sembunyi di tengah-tengah tanaman jagung yang tingginya sudah lebih satu meter. Kadang juga di atas atap rumah. Atap yang berupa dahan-dahan rumbia yang sudah kering dan disusun rapi lalu diletak di bawah atap seng agar terik panas tidak lansung terasa oleh seisi rumah.

Ayahku, sepulang dari bekerja menderes kebun karet di gunung, ia mendapati lembu-lembu kami masih di kandang, bahkan Cimun sudah melompat sejak tadi sebab telat dibukakan kandang. Cimun memang sering tidak sabaran, locatnya setinggi satu meter kadang membuat pagar yang tingginya satu setengah meter menjadi rusak. Perbaiki lagi dan rusak lagi.

"Balik ke rumah, Daud, makan, makan!" kata ayahku, dia tahu aku mendengarnya dan dia tahu aku sembunyi di dalam tanaman jagung. Begitu cara ayahku marah. Menyuruh pulang dan makan saja usah ngapain-ngapain, begitu maksudnya. Tentu makna sebenarnya tidak begitu. Mungkin dia menebak, sebab aku lumayan sering sembunyi di situ. Aku merasa bersalah, ayahku yang lelah sepulang kerja harus menggembalakan lembu lagi hingga sore hari, kira-kira selama lima jam lebih. 

Sering sekali sewaktu aku pergi menggembala, anak-anak sekolah berpaspasan dengan kami. Mereka naik angkot, memang jamnya anak SMP pulang. Kami yang SD sudah pulang setengah jam lalu. Tak jarang juga diketawain, diejek, anehnya aku tidak sakit hati, juga tidak malu sebab masih SD, bodo amat dengan malu pada orang yang lebih tua dariku. 

Pastinya aku melewati rumah teman-teman sekelasku yang di tepi jalan raya. Terkadang mereka makan siang sembari melihat orang-orang lewat. Aku pun malu-malu tersenyum gitu. Apalagi saat mata kami saling bertemu, terlebih apalagi dia adalah cewek, apalagi yang cantik itu, yang rumahnya berdampingan dengan teman cewek juga, si Ifah dan Uni. 

Lihat selengkapnya